Tugas Perpajakan Universitas Putera Batam
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Provinsi Kepri merupakan wilayah yang memiliki kekhususan
secara geografis karena berbatasan dengan negara tetangga sehingga merupakan
pintu masuk lintas batas antara Indonesia, Singapura, Malaysia dan Vietnam yang
memiliki luas wilayah 252.602 Km2 dengan luas perairan 242.497 Km2 (96%).
Provinsi Kepri yang wilayahnya didominasi dengan perairan merupakan daerah
lintas kepulauan yang menjadi lintasan strategis jalur perekonomian,
perdagangan, pariwisata, industri dan investasi. Dari segi sumber daya alam
Kepri memiliki pertambangan, gas alam. Dengan kondisi wilayah 96% lautan
mendukung bagi pengembangan usaha budidaya perikanan dan pariwisata. Dengan
potensi wilayah Kepri yang besar pemerintah menciptakan kawasan ekonomi khusus
atau disebut juga FTZ.
FTZ adalah wilayah dimana ada beberapa hambatan perdagangan
seperti tarif dan kuota dihapuskan dan mempermudah urusan birokrasi dengan
harapan menarik bisnis baru dan investasi asing. Pelaksanaan FTZ di wilayah
Batam, Bintan, Karimun dan Tanjung Pinang adalah amanat yang terkandung dalam
UU No. 44 tahun 2007 serta peraturan pelaksanaan yang berada dibawahnya.
Sebagai amanat undang-undang, maka menjadi kewajiban bagi setiap instansi
terkait untuk melaksanakannya secara konsekuen dan konsisten.
Pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan dan Karimun (BBK)
adalah bagian dari strategi pembangunan perekonomian Indonesia untuk dapat
berinteraksi secara produktif dalam kancah perekonomian regional dan
internasional. Dengan demikian, pelaksanaan FTZ ini merupakan kepentingan
nasional untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di tengah globalisasi
ekonomi dunia yang semakin deras dengan tuntutan deregulasi, debirokratisasi,
dan penghapusan berbagai proteksi baik tarif maupun nontarif. Karena menyangkut
kepentingan nasional maka pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan dan Karimun
harus segera direalisasikan.
1.2 Definisi
Free Trade Zone (FTZ)
FTZ adalah Sebuah
istilah asing yang kemudian diartikan sebagai Zona Perdagangan Bebas. Secara
harfiah adalah kawasan perdagangan bersifat bebas, namun bukan bebas berdagang
(logika bahasa), maka disana terdapat jenis perdagangan dengan berbagai macam
regulasi yang mengaturnya. FTZ adalah sebuah kebijakan yang berbentuk fasilitas
atau membebaskan beberapa jenis obyek perdagangan dari beberapa aturan
kepabeanan termasuk pajak dan retribusi. Artinya kebebasan tersebut berkaitan
dengan fasilitas. FTZ sendiri sebenarnya istilah yang masih terlalu luas,
karena di dalamya meliputi berbagai bentuk sistem perdagangan bebas. SEZ atau
Special Economic Zone di Indonesia dikenal dengan KEK atau Kawasan Ekonomi
Khusus yang secara umum adalah Kawasan yang mendapatkan fasilitas khusus dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonominya, artinya tidak ada perbedaan pengertian dengan
FTZ itu sendiri, meskipun pada tingkatannya FTZ bagian turunan dari SEZ atau
KEK.
Pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan dan Karimun (BBK)
adalah bagian dari strategi pembangunan perekonomian Indonesia untuk dapat
berinteraksi secara produktif dalam kancah perekonomian regional dan
internasional. Dengan demikian, pelaksanaan FTZ ini merupakan kepentingan
nasional untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di tengah globalisasi
ekonomi dunia yang semakin deras dengan tuntutan deregulasi, debirokratisasi,
dan penghapusan berbagai proteksi baik tarif maupun nontarif. Karena menyangkut
kepentingan nasional maka pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan dan Karimun
harus segera direalisasikan.
Sebagaimana dijelaskan dalam UU No.44 tahun 2007, pembentukan kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas akan berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan perekonomian nasional pada umumnya dan perekonomian wilayah Batam,
Bintan dan Karimun pada khususnya.
Sebagai amanat undang-undang maka menjadi kewajiban bagi
setiap instansi terkait untuk melaksanakan secara konsekuen dan konsisten.
Untuk itu, Gubernur Kepri mencanangkan Dual Track Strategy. Pertama,
pengembangan kawasan FTZ Batam, Bintan dan Karimun (BBK), sebagaimana
dijelaskan dalam UU No. 44 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan
Bebas (FTZ). Serta PP No. 46, 47, 48 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kawasan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun. Kedua, Kawasan Natuna,
Anambas, dan Lingga (NAL) sebagai pusat pengembangan kelautan dan perikanan,
pertanian dan pariwisata serta connectivity. Langkah-langkah tersebut
diatas merupakan bagian rencana strategi pengembangan wilayah Kepri oleh
Gubernur Kepri.
Dengan adanya sistem FTZ ini, banyak sekali dampak positif
yang akan didapatkan oleh pemerintah Indonesia, khususnya bagi wilayah
setempat, yang diantaranya adalah penyederhanaan sistem birokrasi, menciptakan
lapangan kerja, dan menumbuhkan serta meningkat investor, penghapusan bea dan
tarif ekspor, meningkatkan devisa dan hasil ekspor, dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Selain dampak positif, tentunya dengan diberlakukannya FTZ di
kawasan BBK dapat pula menimbulkan dampak negatif, khususnya yang menyangkut
kerawanan keamanan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini setidaknya
akan menyulitkan Indonesia dalam memberikan pengamanan, karena dengan
diberlakukannya FTZ di BBK tentunya hubungan yang terjadi bukan saja bentuk
lokal (negara Indonesia saja), namun juga telah melibatkan beberapa negara
(Singapura dan Malaysia).
Tingkat kerawanan yang dirasa berat adalah ketika terjadinya
trans national crime, sehingga perlu adanya kesamaan kebijakan dari pemerintah
masing – masing, sehingga tingkat kerawanan dapat ditekan semaksimal mungkin.
Masalah inilah yang memerlukan pengawasan dan pengamanan yang ekstra ketat,
karena timbul masalah kriminalitas yang sudah melibatkan lebih dari satu
negara. Pada acara kunjungan Presiden Republik Indonesia di Kepri tanggal 27
April 2012, Presiden menyetujui rencana strategi yang dipaparkan oleh Gubernur
Kepri agar instansi – instansi terkait dalam pelaksanaan FTZ saling mendukung
dan bersinergi dengan rencana strategi Gubernur Kepri. Dengan dikeluarkannya
kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, maka Provinsi Kepri dijadikan kawasan
FTZ khususnya di tiga kawasan, yaitu: Batam, Bintan dan Karimun sebagaimana
yang telah diuraikan sebelumnya yaitu pada Peraturan Pemerintah No. 46, 47 dan
48 tahun 2007 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam,
Bintan dan Karimun.
Tentunya dengan adanya kebijakan ini akan sangat berpengaruh
besar terhadap situasi dan kondisi wilayah nusantara khususnya di Kepri,
terutama di tiga kawasan tesebut, baik yang menyangkut masalah perubahan sosial
budaya, politik, ekonomi maupun keamanan. Masalah keamanan dan kepastian hukum
di kawasan FTZ akan sangat ditentukan oleh faktor geografi, demografi, politis
dan sumber daya alam. Secara geografis daerah BBK berbatasan dengan beberapa
negara yaitu, Singapura, Malaysia dan Vietnam. Di samping itu, kawasan BBK juga
terletak diwilayah perairan yang merupakan jalur pelayaran internasional yang
sangat padat di lewati kapal dagang atau niaga, sehingga sangat rentan
terjadinya kejahatan antar negara.
1.3 Maksud
Dan Tujuan
1. penyederhanaan
sistem birokrasi,
2. menciptakan
lapangan kerja,
3. menumbuhkan
serta meningkat investor,
4. penghapusan
bea dan tarif ekspor,
5. meningkatkan
devisa dan hasil ekspor,
6. dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
PEMBAHASAN
2.1 Penerapan
PPN dan PPn BM
Bedasarkan Pasal 11 Ayat (4) UU No.36 Th.2000, UU No.44
Th.2007, pemasaukan dan pengeluaan barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Bebas
Dan Pelabuhan Bebas melalui palabuhan dan Bandar udara yang ditunjukan dan
berada di bawah pengawasan pabean diberikan pembebasan Bea Masuk, Pembebasab
PPN, pembebasan PPnBM, dan Pembebasan Cukai.
Bedasarkan pertimbangan tersebut dan dalam rangka
melaksanakan ketentuan UU Kepabean dan UU PPN, pada tanggal 16 Januari 2009
presiden menetapkan Peraturan Pemerintah No.02 Th.2009 yang kemudian di atur
kembali dengan Peraturan pemerintah No.10 h.2012 pada tanggal 09 Januari 2012.
Ada
beberapa Poin yang ada di dalam ketentuan ini, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. PEMASUKAN
BARANG DARI LUAR DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS
a.
Pasal 14 PP
No. 10 Th. 2012:
Pemasukan barang
kekawasan bebas dari luar daerah Pabean diberikan Pembebasan Bea Masuk,
Pembebasan PPN, tidak dipungut PPh Pasal 22 UU PPh, dan atau Pembebasan cukai.
Dengan Contoh :
Pemasukan
spare part dari Singapure ke Batam bebas biaya masuk, bebas PPN
2. PEMASUKAN
BARANG DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS
a.
Pasal 17
Ayat (1) PP No.10 Th.2012:
Pemasukan barang ke
kawasan bebas dari tempat lain dalam daerah pabean melalui pelabuhan atau
Bandar udara yang ditunjukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Ayat (2) tidak
dipungut PPN.
Dengan Contoh :
Pemasukan spare part
dari medan ke batam melalui pelabuhan atau Bandar udara yang ditunjukan
b.
Pasal 10
Ayat (1) PermenKeu No.62/PMK.03./2012:
Pemasukan barang
kena pajak (BPK) dari tempat lain dalam daerah pabean ke kawasan bebas melalui
pelabuhan atau Bandar udara yang ditunjukan, tidak dipungut PPN atau PPnBM.
Dengan contoh :
Pemasukan spare part
dari medan ke batam melalui pelabuhan atau Bandar udara yang ditunjukan tidak
dipungut PPN atau PPnBM.
c.
Pasal 11
Ayat (1) PermenKeu No.62/PMK.03./2012:
Atas pemasukan BKP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (1) dan Ayat (2) wajib dibuatkan
Faktur pajak yang diisi lengkap sesuai dengan ketentuan pasal 13 Ayat (5) UU
PPN.
Dengan contoh :
Pemasukan spare part
dari medan ke batam dibuatkan Faktur pajak yang diisi lengkap
d.
Pasal 11
Ayat (6) No.62/PMK.03./2012:
Faktur pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) harus diberi cap “PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT BEDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012” oleh PKP
yang melakukan penyerahan.
Dengan Contoh :
Pemasukan spare part
dari medan ke batam harus diberi cap pajak pertambahan nilai tidak dipungut
3. PENYERAHAN BARANG DI DALAM KAWASAN BEBAS
a. Pasal 4 ayat (2) PP No.10 Th.2012:
Penyerahan barang di dalam kawasan bebas
dibebaskan dari pengenaan PPN.
Maksudnya jika ada transaksi penjualan /
pembelian namun masih di dalam kawasan bebasakan dibebaskan dari pengenaan
PPN.)
Dengan Contoh :
Pengiriman barang elektronik dari
distributor ke FTZ akan dibebaskan dari pengenaan PPN).
b.
Pasal
4 ayat (1) PP No. 10 Th. 2012:
Pengusaha di kawasan Bebas tidak perlu
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Dengan Contoh :
Pengiriman barang elektronik dari
distributor ke FTZ tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
4. PENGELUARAN
BARANG DARI KAWASAN BEBAS KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN
a. Pasal 19 Ayat (1) PP No.10.
Th.2012:
Barang
asal luar daerah Pabean yang akan dikeluarkan dari kawasan Bebas ke tempat lain
dalam daerah pabean wajib dilunasi Bea Masuk, PPN, dan atau PPh pasal 22 UU
PPh.
Dengan
Contoh :
Pengiriman
spare part dari Batam ke Bandung wajib dilunasi Bea Masuk, PPN
b. Pasal 19 Ayat (2) PP No.10.
Th.2012:
Barang
asal kawasan bebas dan tempat lain dalam daerah pabean yang akan dikeluarkan
dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, Wajib di Lunasi PPN.
Dengan
Contoh :
Pengiriman
spare part dari Batam ke Singapure Wajib di Lunasi PPN.
c. Pasal 2 Ayat (1) PP PermenKeu
No.62/PMK/.03/2012:
BPK
yang dikeluarkan dari kawasan bebas ke tempat lain dalam Daerah pabean terutang
PPN.
Dengan
Contoh :
Pengiriman
spare part dari Batam ke Bandung terutang PPN
d.
Pasal
2 Ayat (2) Permenkeu No.62/PMK.03/2012:
Dalam hal BKP sebagaimana pada Ayat (1)
merupakan BKP yang tergolong mewah, atas pengeluaran BKP dimaksud terutang PPN
dan PPnBM.
Dengan Contoh :
Pengiriman
mobil dari Batam ke Bandung terutang PPN dan PPnBM.
e.
Pasal
2 Ayat(6) Permenkeu No.62/PMK/03/2012:
PPN sebagaimana simaksud pada Ayat (1)
dan PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) yang terutang harus
dipungut dan disetor ke kas negara oleh yang mengeluarkan BKP melalui nomor
kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh Menkeu, dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP).
Dengan Contoh :
Pengiriman mobil dari Batam ke Bandung,
pengirim harus membayar PPN dan PPnBM ke
kas Negara melalui nomor kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh
Menkeu, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
f.
Pasal
2 Ayat (7) Permenkeu No.62/PMK.03/2012:
SSP sebagaimana dimaksud pada Ayat (6) diisi dengan
cara:
a.
Pada kolom nama dan kolom NPWP diisi
dengan nama dan NPWP orang yang menerima BKP
b.
Pada kolom Wajib Pajak/penyetor
dicantumkan juga nama dan NPWP orang yang mengeluarkan BKP
g.
Pasal
2 Ayat (9) Permenkeu No.62/PMK/03/2012:
SSP sebagaimana dimaksud pada Ayat (6)
yang dilampiri dengan invoice dan pemeberitahuan pabean merupakan dokumen yang
dipersamakan dengan Faktur Pajak.
h.
Pasal
2 Ayat (10) Permenkeu No.62/PMK.03/2012:
PPN yang telah dibayar dengan
menggunakan SSP yang dilampiri dengan invoice dan pemberitahuan pabean
sebagaimana dimaksud pada Ayat (9), merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan oleh PKP yang menerima BKP sesuai peraturan perundang-undang di
bidang perpajakan.
Penjelasan
Point f,g,h
a.
Cara
Penyetoran PPN
a.
PPN
atau PPN dan PPnBM disetor ke kas negara oleh Orang yang mengeluarkan BKP melalui kantor pos atau bank
persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan SSP.
(Pasal 2 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
b.
SSP
diisi dengan cara: (Pasal 2 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
§
pada
kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP Orang yang menerima BKP;
§
pada
kolom Wajib Pajak/penyetor dicantumkan juga nama dan NPWP Orang yang
mengeluarkan BKP.
b.
Saat
Penyetoran
§ Penyetoran PPN atau PPN dan
PPnBM dilakukan paling lama pada saat BKP tersebut dikeluarkan dari Kawasan
Bebas. (Pasal 2
ayat (8) PMK-62/PMK.03/2012)
SSP yang dilampiri dengan invoice dan
Pemberitahuan Pabean merupakan dokumen yang dipersamakan dengan Faktur
Pajak. (Pasal 2
ayat (9) PMK-62/PMK.03/2012)
§ PPN yang telah dibayar dengan
menggunakan SSP yang dilampiri dengan invoice dan
Pemberitahuan Pabean ini merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh
PKP yang menerima BKP sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (Pasal 2 ayat (10) PMK-62/PMK.03/2012)
Syarat agar BKP dapat
dikeluarkan dari kewasan bebas ke TLDDP
§ BKP dapat dikeluarkan dari
Kawasan Bebas ke TLDDP sepanjang telah dipenuhi kewajiban pabean sebagaimana
diatur dalam ketentuan perundang-undangan kepabeanan. (Pasal 5 ayat (1) PMK-62/PMK.03/2012)
§ Termasuk dalam pemenuhan
kewajiban pabean ini adalah penyampaian Pemberitahuan Pabean yang dilampiri
dengan: invoice atau faktur penjualan atau dokumen penyerahan
barang dalam hal barang tersebut bukan dalam rangka transaksi jual beli; dan
SSP (Pasal 5
ayat (2) PMK-62/PMK.03/2012)
PTA
(pengusaha di Kawasan Bebas) memasukkan komponen TV dari Luar Daerah Pabean.
Kemudian PTA merakit komponen TV tersebut dengan menambahkan komponen lokal
sehingga menjadi TV plasma sebanyak 10 unit dengan merek TV “BONY” (termasuk
BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%). Selanjutnya PT A menjual seluruh
unit TV plasma tersebut kepada PT C (pengusaha di TLDDP) dengan harga jual per
unit @ Rp 5.000.000,00. Pengiriman barang dilakukan melalui pelabuhan Batu
Ampar Batam tanggal 25 Maret 2009.
Penghitungan
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang dan ketentuan perpajakan atas pengeluaran BKP
tersebut adalah sebagai berikut :
Ø Dasar
Pengenaan Pajak (10 X 5.000.000,00) Rp 50.000.000,00
Ø PPN
yang terutang (10% x DPP) Rp
5.000.000,00
Ø PPnBM
yang terutang (10% X DPP)
Rp 5.000.000,00
v PT
A (Orang yang mengeluarkan barang) memungut dan menyetor PPN dan PPnBM yang
terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
v Pemungutan
dan penyetoran Pajak.Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang (oleh PT.A) paling lama pada tanggal
25 Maret 2009;
v Surat
Setoran Pajak (SSP) diisi dengan cara:
Ø pada
kolom Wajib Pajak/penyetor selain dicantumkan nama penyetor, juga dicantumkan
nama dan NPWP PT A.
v Pajak
Pertambahan Nilai yang dibayar atas pengeluaran TV tersebut merupakan Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT C sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
TATA CARA PENGISIAN SSP PPN:
KESIMPULAN
BBK (Batam, Bintan dan Karimun) yang
memiliki zona perdagangan bebas atau kekhususan dalam ekspor impor menjadi
nilai tambahan buat investor. Barang yang masuk atau dikenal dengan impor tidak
dikenakan biaya apapun asalkan barang tersebut dalam kondisi baru dan sesuai
dengan undang-undang yang berlaku. Tetapi barang akan dikenakan biaya apabila
dikeluarkan dari BBK. Dengan kata lain pajak terutang pada saat impor.
Besarnya biaya yang dibayarkan tergantung dari HS Code
(Harmonize System Codes) yang mana bedasarkan BTKI 2012 (buku tariff ke
pabeanan Indonesia 2012). Ekspor yang bisanya dikenakan biaya adalah
barang-barang yang siap pakai. Misalnya kita mengimpor barang-barang keperluan
kapal atau spartpart dari Singapure tidak dikenakan biaya impor. Tapi pada saat
sudah menjadi kapal kita wajib melunasi PPh.
Berarti jika ada transaksi pengiriman barang dari batam ke banjarmasin terutang PPN dan si pengusaha batam itu harus menerbitkan faktur pajak kan yah?
BalasHapuskarena saya ada case, pengusaha batam tersebut mengenakan PPN namun tidak bisa menerbitkan faktur pajak.
apakah mba siti bisa membantu case saya ini? terima kasih sebelumnya atas responnya.
Sekarang kan sudah tidak memakai SSP jadi untuk pengisian di SSE gimana ya caranya?
BalasHapusMau beli handphone terbaru dan murah?
BalasHapusKunjungi link berikut http://groupslp.com/
Dijamin murah meriah dengan versi handphone merek terbaru