Kamis, 29 Januari 2015

penerapan PPN dan PPh BM pada kawasan perdagangan bebas Batam, Bintan dan Karimun.



Tugas Perpajakan Universitas Putera Batam 

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Provinsi Kepri merupakan wilayah yang memiliki kekhususan secara geografis karena berbatasan dengan negara tetangga sehingga merupakan pintu masuk lintas batas antara Indonesia, Singapura, Malaysia dan Vietnam yang memiliki luas wilayah 252.602 Km2 dengan luas perairan 242.497 Km2 (96%). Provinsi Kepri yang wilayahnya didominasi dengan perairan merupakan daerah lintas kepulauan yang menjadi lintasan strategis jalur perekonomian, perdagangan, pariwisata, industri dan investasi. Dari segi sumber daya alam Kepri memiliki pertambangan, gas alam. Dengan kondisi wilayah 96% lautan mendukung bagi pengembangan usaha budidaya perikanan dan pariwisata. Dengan potensi wilayah Kepri yang besar pemerintah menciptakan kawasan ekonomi khusus atau disebut juga FTZ.
FTZ adalah wilayah dimana ada beberapa hambatan perdagangan seperti tarif dan kuota dihapuskan dan mempermudah urusan birokrasi dengan harapan menarik bisnis baru dan investasi asing. Pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan, Karimun dan Tanjung Pinang adalah amanat yang terkandung dalam UU No. 44 tahun 2007 serta peraturan pelaksanaan yang berada dibawahnya. Sebagai amanat undang-undang, maka menjadi kewajiban bagi setiap instansi terkait untuk melaksanakannya secara konsekuen dan konsisten.
Pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan dan Karimun (BBK) adalah bagian dari strategi pembangunan perekonomian Indonesia untuk dapat berinteraksi secara produktif dalam kancah perekonomian regional dan internasional. Dengan demikian, pelaksanaan FTZ ini merupakan kepentingan nasional untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di tengah globalisasi ekonomi dunia yang semakin deras dengan tuntutan deregulasi, debirokratisasi, dan penghapusan berbagai proteksi baik tarif maupun nontarif. Karena menyangkut kepentingan nasional maka pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan dan Karimun harus segera direalisasikan.

1.2       Definisi Free Trade Zone (FTZ)
FTZ adalah Sebuah istilah asing yang kemudian diartikan sebagai Zona Perdagangan Bebas. Secara harfiah adalah kawasan perdagangan bersifat bebas, namun bukan bebas berdagang (logika bahasa), maka disana terdapat jenis perdagangan dengan berbagai macam regulasi yang mengaturnya. FTZ adalah sebuah kebijakan yang berbentuk fasilitas atau membebaskan beberapa jenis obyek perdagangan dari beberapa aturan kepabeanan termasuk pajak dan retribusi. Artinya kebebasan tersebut berkaitan dengan fasilitas. FTZ sendiri sebenarnya istilah yang masih terlalu luas, karena di dalamya meliputi berbagai bentuk sistem perdagangan bebas. SEZ atau Special Economic Zone di Indonesia dikenal dengan KEK atau Kawasan Ekonomi Khusus yang secara umum adalah Kawasan yang mendapatkan fasilitas khusus dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya, artinya tidak ada perbedaan pengertian dengan FTZ itu sendiri, meskipun pada tingkatannya FTZ bagian turunan dari SEZ atau KEK.
Pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan dan Karimun (BBK) adalah bagian dari strategi pembangunan perekonomian Indonesia untuk dapat berinteraksi secara produktif dalam kancah perekonomian regional dan internasional. Dengan demikian, pelaksanaan FTZ ini merupakan kepentingan nasional untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di tengah globalisasi ekonomi dunia yang semakin deras dengan tuntutan deregulasi, debirokratisasi, dan penghapusan berbagai proteksi baik tarif maupun nontarif. Karena menyangkut kepentingan nasional maka pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan dan Karimun harus segera direalisasikan.
Sebagaimana dijelaskan dalam UU No.44 tahun 2007, pembentukan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan perekonomian nasional pada umumnya dan perekonomian wilayah Batam, Bintan dan Karimun pada khususnya.
Sebagai amanat undang-undang maka menjadi kewajiban bagi setiap instansi terkait untuk melaksanakan secara konsekuen dan konsisten. Untuk itu, Gubernur Kepri mencanangkan Dual Track Strategy. Pertama, pengembangan kawasan FTZ Batam, Bintan dan Karimun (BBK), sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 44 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas (FTZ). Serta PP No. 46, 47, 48 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun. Kedua, Kawasan Natuna, Anambas, dan Lingga (NAL) sebagai pusat pengembangan kelautan dan perikanan, pertanian dan pariwisata serta connectivity. Langkah-langkah tersebut diatas merupakan bagian rencana strategi pengembangan wilayah Kepri oleh Gubernur Kepri.
Dengan adanya sistem FTZ ini, banyak sekali dampak positif yang akan didapatkan oleh pemerintah Indonesia, khususnya bagi wilayah setempat, yang diantaranya adalah penyederhanaan sistem birokrasi, menciptakan lapangan kerja, dan menumbuhkan serta meningkat investor, penghapusan bea dan tarif ekspor, meningkatkan devisa dan hasil ekspor, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Selain dampak positif, tentunya dengan diberlakukannya FTZ di kawasan BBK dapat pula menimbulkan dampak negatif, khususnya yang menyangkut kerawanan keamanan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini setidaknya akan menyulitkan Indonesia dalam memberikan pengamanan, karena dengan diberlakukannya FTZ di BBK tentunya hubungan yang terjadi bukan saja bentuk lokal (negara Indonesia saja), namun juga telah melibatkan beberapa negara (Singapura dan Malaysia).
Tingkat kerawanan yang dirasa berat adalah ketika terjadinya trans national crime, sehingga perlu adanya kesamaan kebijakan dari pemerintah masing – masing, sehingga tingkat kerawanan dapat ditekan semaksimal mungkin. Masalah inilah yang memerlukan pengawasan dan pengamanan yang ekstra ketat, karena timbul masalah kriminalitas yang sudah melibatkan lebih dari satu negara. Pada acara kunjungan Presiden Republik Indonesia di Kepri tanggal 27 April 2012, Presiden menyetujui rencana strategi yang dipaparkan oleh Gubernur Kepri agar instansi – instansi terkait dalam pelaksanaan FTZ saling mendukung dan bersinergi dengan rencana strategi Gubernur Kepri. Dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, maka Provinsi Kepri dijadikan kawasan FTZ khususnya di tiga kawasan, yaitu: Batam, Bintan dan Karimun sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya yaitu pada Peraturan Pemerintah No. 46, 47 dan 48 tahun 2007 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam, Bintan dan Karimun.
Tentunya dengan adanya kebijakan ini akan sangat berpengaruh besar terhadap situasi dan kondisi wilayah nusantara khususnya di Kepri, terutama di tiga kawasan tesebut, baik yang menyangkut masalah perubahan sosial budaya, politik, ekonomi maupun keamanan. Masalah keamanan dan kepastian hukum di kawasan FTZ akan sangat ditentukan oleh faktor geografi, demografi, politis dan sumber daya alam. Secara geografis daerah BBK berbatasan dengan beberapa negara yaitu, Singapura, Malaysia dan Vietnam. Di samping itu, kawasan BBK juga terletak diwilayah perairan yang merupakan jalur pelayaran internasional yang sangat padat di lewati kapal dagang atau niaga, sehingga sangat rentan terjadinya kejahatan antar negara.

1.3       Maksud Dan Tujuan
1.    penyederhanaan sistem birokrasi,
2.    menciptakan lapangan kerja,
3.    menumbuhkan serta meningkat investor,
4.    penghapusan bea dan tarif ekspor,
5.    meningkatkan devisa dan hasil ekspor,
6.    dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.





PEMBAHASAN

2.1       Penerapan PPN dan PPn BM
Bedasarkan Pasal 11 Ayat (4) UU No.36 Th.2000, UU No.44 Th.2007, pemasaukan dan pengeluaan barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas melalui palabuhan dan Bandar udara yang ditunjukan dan berada di bawah pengawasan pabean diberikan pembebasan Bea Masuk, Pembebasab PPN, pembebasan PPnBM, dan Pembebasan Cukai.
Bedasarkan pertimbangan tersebut dan dalam rangka melaksanakan ketentuan UU Kepabean dan UU PPN, pada tanggal 16 Januari 2009 presiden menetapkan Peraturan Pemerintah No.02 Th.2009 yang kemudian di atur kembali dengan Peraturan pemerintah No.10 h.2012 pada tanggal 09 Januari 2012.
Ada beberapa Poin yang ada di dalam ketentuan ini, diantaranya adalah sebagai berikut :

1.    PEMASUKAN BARANG DARI LUAR DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS
a.      Pasal 14 PP No. 10 Th. 2012:
Pemasukan barang kekawasan bebas dari luar daerah Pabean diberikan Pembebasan Bea Masuk, Pembebasan PPN, tidak dipungut PPh Pasal 22 UU PPh, dan atau Pembebasan cukai.
Dengan Contoh :
Pemasukan spare part dari Singapure ke Batam bebas biaya masuk, bebas PPN

2.    PEMASUKAN BARANG DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS
a.      Pasal 17 Ayat (1) PP No.10 Th.2012:
Pemasukan barang ke kawasan bebas dari tempat lain dalam daerah pabean melalui pelabuhan atau Bandar udara yang ditunjukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Ayat (2) tidak dipungut PPN.
Dengan Contoh :
Pemasukan spare part dari medan ke batam melalui pelabuhan atau Bandar udara yang ditunjukan

b.      Pasal 10 Ayat (1) PermenKeu No.62/PMK.03./2012:
Pemasukan barang kena pajak (BPK) dari tempat lain dalam daerah pabean ke kawasan bebas melalui pelabuhan atau Bandar udara yang ditunjukan, tidak dipungut PPN atau PPnBM.
Dengan contoh :
Pemasukan spare part dari medan ke batam melalui pelabuhan atau Bandar udara yang ditunjukan tidak dipungut PPN atau PPnBM.

c.       Pasal 11 Ayat (1) PermenKeu No.62/PMK.03./2012:
Atas pemasukan BKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (1) dan Ayat (2) wajib dibuatkan Faktur pajak yang diisi lengkap sesuai dengan ketentuan pasal 13 Ayat (5) UU PPN.
Dengan contoh :
Pemasukan spare part dari medan ke batam dibuatkan Faktur pajak yang diisi lengkap

d.        Pasal 11 Ayat (6) No.62/PMK.03./2012:
Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) harus diberi cap “PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT BEDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012” oleh PKP yang melakukan penyerahan.


Dengan Contoh :
Pemasukan spare part dari medan ke batam harus diberi cap pajak pertambahan nilai tidak dipungut

3.     PENYERAHAN BARANG DI DALAM KAWASAN BEBAS
a.      Pasal 4 ayat (2) PP No.10 Th.2012:
Penyerahan barang di dalam kawasan bebas dibebaskan dari pengenaan PPN.
Maksudnya jika ada transaksi penjualan / pembelian namun masih di dalam kawasan bebasakan dibebaskan dari pengenaan PPN.)
Dengan Contoh :
Pengiriman barang elektronik dari distributor ke FTZ akan dibebaskan dari pengenaan PPN).

b.   Pasal 4 ayat (1) PP No. 10 Th. 2012:
Pengusaha di kawasan Bebas tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Dengan Contoh :
Pengiriman barang elektronik dari distributor ke FTZ tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

4.    PENGELUARAN BARANG DARI KAWASAN BEBAS KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN
a.       Pasal 19 Ayat (1) PP No.10. Th.2012:
Barang asal luar daerah Pabean yang akan dikeluarkan dari kawasan Bebas ke tempat lain dalam daerah pabean wajib dilunasi Bea Masuk, PPN, dan atau PPh pasal 22 UU PPh.
Dengan Contoh :
Pengiriman spare part dari Batam ke Bandung wajib dilunasi Bea Masuk, PPN

b.      Pasal 19 Ayat (2) PP No.10. Th.2012:
Barang asal kawasan bebas dan tempat lain dalam daerah pabean yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, Wajib di Lunasi PPN.
Dengan Contoh :
Pengiriman spare part dari Batam ke Singapure Wajib di Lunasi PPN.

c.       Pasal 2 Ayat (1) PP PermenKeu No.62/PMK/.03/2012:
BPK yang dikeluarkan dari kawasan bebas ke tempat lain dalam Daerah pabean terutang PPN.
Dengan Contoh :
Pengiriman spare part dari Batam ke Bandung terutang PPN

d.      Pasal 2 Ayat (2) Permenkeu No.62/PMK.03/2012:
Dalam hal BKP sebagaimana pada Ayat (1) merupakan BKP yang tergolong mewah, atas pengeluaran BKP dimaksud terutang PPN dan PPnBM.
Dengan Contoh :
            Pengiriman mobil dari Batam ke Bandung terutang PPN dan PPnBM.

e.       Pasal 2 Ayat(6) Permenkeu No.62/PMK/03/2012:
PPN sebagaimana simaksud pada Ayat (1) dan PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) yang terutang harus dipungut dan disetor ke kas negara oleh yang mengeluarkan BKP melalui nomor kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh Menkeu, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
Dengan Contoh :
Pengiriman mobil dari Batam ke Bandung, pengirim  harus membayar PPN dan PPnBM ke kas Negara melalui nomor kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh Menkeu, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).

f.     Pasal 2 Ayat (7) Permenkeu No.62/PMK.03/2012:
SSP sebagaimana dimaksud pada Ayat (6) diisi dengan cara:
a.    Pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP orang yang menerima BKP
b.    Pada kolom Wajib Pajak/penyetor dicantumkan juga nama dan NPWP orang yang mengeluarkan BKP

g.      Pasal 2 Ayat (9) Permenkeu No.62/PMK/03/2012:
SSP sebagaimana dimaksud pada Ayat (6) yang dilampiri dengan invoice dan pemeberitahuan pabean merupakan dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak.

h.      Pasal 2 Ayat (10) Permenkeu No.62/PMK.03/2012:
PPN yang telah dibayar dengan menggunakan SSP yang dilampiri dengan invoice dan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada Ayat (9), merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang menerima BKP sesuai peraturan perundang-undang di bidang perpajakan.

Penjelasan Point f,g,h
a.       Cara Penyetoran PPN
a.         PPN atau PPN dan PPnBM disetor ke kas negara oleh Orang yang mengeluarkan BKP melalui kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan SSP. (Pasal 2 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
b.        SSP diisi dengan cara: (Pasal 2 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
§   pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP Orang yang menerima BKP;
§   pada kolom Wajib Pajak/penyetor dicantumkan juga nama dan NPWP Orang yang mengeluarkan BKP.

b.      Saat Penyetoran
§ Penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM dilakukan paling lama pada saat BKP tersebut dikeluarkan dari Kawasan Bebas. (Pasal 2 ayat (8) PMK-62/PMK.03/2012)
     SSP yang dilampiri dengan invoice dan Pemberitahuan Pabean merupakan dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak. (Pasal 2 ayat (9) PMK-62/PMK.03/2012)
§ PPN yang telah dibayar dengan menggunakan SSP yang dilampiri dengan invoice dan Pemberitahuan Pabean ini merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang menerima BKP sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (Pasal 2 ayat (10) PMK-62/PMK.03/2012)
     Syarat agar BKP dapat dikeluarkan dari kewasan bebas ke TLDDP
§ BKP dapat dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP sepanjang telah dipenuhi kewajiban pabean sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan kepabeanan. (Pasal 5 ayat (1) PMK-62/PMK.03/2012)
§ Termasuk dalam pemenuhan kewajiban pabean ini adalah penyampaian Pemberitahuan Pabean yang dilampiri dengan: invoice atau faktur penjualan atau dokumen penyerahan barang dalam hal barang tersebut bukan dalam rangka transaksi jual beli; dan SSP (Pasal 5 ayat (2) PMK-62/PMK.03/2012)





Contohnya :
PTA (pengusaha di Kawasan Bebas) memasukkan komponen TV dari Luar Daerah Pabean. Kemudian PTA merakit komponen TV tersebut dengan menambahkan komponen lokal sehingga menjadi TV plasma sebanyak 10 unit dengan merek TV “BONY” (termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%). Selanjutnya PT A menjual seluruh unit TV plasma tersebut kepada PT C (pengusaha di TLDDP) dengan harga jual per unit @ Rp 5.000.000,00. Pengiriman barang dilakukan melalui pelabuhan Batu Ampar Batam tanggal 25 Maret 2009.
Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan ketentuan perpajakan atas pengeluaran BKP tersebut adalah sebagai berikut :
Ø  Dasar Pengenaan Pajak (10 X 5.000.000,00)         Rp 50.000.000,00
Ø  PPN yang terutang (10% x DPP)                           Rp   5.000.000,00
Ø  PPnBM yang terutang (10% X DPP)                      Rp   5.000.000,00
v  PT A (Orang yang mengeluarkan barang) memungut dan menyetor PPN dan PPnBM yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
v  Pemungutan dan penyetoran Pajak.Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang (oleh PT.A) paling lama pada tanggal 25 Maret 2009;
v  Surat Setoran Pajak (SSP) diisi dengan cara:
Ø pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP PT C;
Ø pada kolom Wajib Pajak/penyetor selain dicantumkan nama penyetor, juga dicantumkan nama dan NPWP PT A.
v  Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas pengeluaran TV tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT C sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


TATA CARA PENGISIAN SSP PPN:











KESIMPULAN

BBK (Batam, Bintan dan Karimun) yang memiliki zona perdagangan bebas atau kekhususan dalam ekspor impor menjadi nilai tambahan buat investor. Barang yang masuk atau dikenal dengan impor tidak dikenakan biaya apapun asalkan barang tersebut dalam kondisi baru dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tetapi barang akan dikenakan biaya apabila dikeluarkan dari BBK. Dengan kata lain pajak terutang pada saat impor.
Besarnya biaya yang dibayarkan tergantung dari HS Code (Harmonize System Codes) yang mana bedasarkan BTKI 2012 (buku tariff ke pabeanan Indonesia 2012). Ekspor yang bisanya dikenakan biaya adalah barang-barang yang siap pakai. Misalnya kita mengimpor barang-barang keperluan kapal atau spartpart dari Singapure tidak dikenakan biaya impor. Tapi pada saat sudah menjadi kapal kita wajib melunasi PPh.



3 komentar:

  1. Berarti jika ada transaksi pengiriman barang dari batam ke banjarmasin terutang PPN dan si pengusaha batam itu harus menerbitkan faktur pajak kan yah?
    karena saya ada case, pengusaha batam tersebut mengenakan PPN namun tidak bisa menerbitkan faktur pajak.
    apakah mba siti bisa membantu case saya ini? terima kasih sebelumnya atas responnya.

    BalasHapus
  2. Sekarang kan sudah tidak memakai SSP jadi untuk pengisian di SSE gimana ya caranya?

    BalasHapus
  3. Mau beli handphone terbaru dan murah?
    Kunjungi link berikut http://groupslp.com/
    Dijamin murah meriah dengan versi handphone merek terbaru

    BalasHapus