Kamis, 29 Januari 2015

ASEAN ECONOMIC COMMUNITY / MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015






BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
            ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) atau dalam Bahasa Indonesia biasa disebut dengan Persatuan Negara – Negara Asia Tenggara, pertama dikenal dengan Persatuan Asia Tenggara atau ASA (Association of Southeast Asia), merupakan organisasi geopolitik dan ekonomi yang anggotanya dari Negara – negara di wilayah Asia Tenggara. ASEAN berdiri pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. Setiap wakil Negara ASEAN ikut menandatangani deklarasi Bangkok seperti:
a.    Indonesia diwakili oleh Adam Malik
b.    Filipina diwakili oleh Narciso R. Ramos
c.    Malaysia diwakili oleh Tun Abdul Razak
d.   Singapura diwakili oleh S. Rajaratman
e.    Thailand diwakili oleh Thanat Khoman
Bekerjasama antarnegara yang ada dikawasan Asia Tenggara, kerjasama ASEAN terutama dalam bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan. Adapun tujuan pokok ASEAN adalah :
a.    Menjalin saling pengertian dan hubungan persaudaraan antara Negara – Negara di Asia Tenggara
b.    Memajukan kerjasama ekonomi dengan jalan membentuk pasaran bersama dan membuat proyek bersama. Misalnya: pabrik diesel marine di Singapura, dan sebagainya.
c.    Memajukan kerjasama dalam bidang kebudayaan dengan tukar menukar kebudayaan
d.   Meningkatkan kerjasama dalam bidang pariwisata
e.    Menanggulangi masalah peredaran narkotika secara bersama – sama
f.     Melaksanakan perjanjian ekstradisi antar anggota ASEAN
Gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta yang didirikan pada bulan Juni 1976.Saat ini anggota ASEAN terdiri dari 10 negara terdiri dari 5 negara pendiri dan 5 negara yang bukan pendiri ASEAN, artinya ke-5 negara ini masuk menjadi anggota setelah ASEAN terbentuk Ke-5 negara tersebut adalah :
a.    Brunei Darussalam, resmi menjadi anggota Asean tanggal 7 Januari 1984.
b.    Vietnam, resmi menjadi anggota Asean tanggal 28 Juli 1995.
c.    Myanmar, resmi menjadi anggota Asean tanggal 23 Juli 1997.
d.   Laos, resmi menjadi anggota Asean tanggal 23 Juli 1997.
e.    Kamboja, resmi menjadi anggota Asean tanggal 16 Desember 1998.
Pada tahun 2015 ini Indonesia dihadapkan dengan adanya ASEAN Economic Community (AEC), sehingga Masyarakat Indonesia harus siap menghadapinya karena sistem pasar bebas akan memasuki Negara Indonesia, dimana persaingan bisnis bukan hanya diantara Masyarakat Indonesia tetapi juga sesama Masyarakat di wilayah ASEAN. Asean Economic Community (AEC) merupakan kesepakatan yang dibangun oleh sepuluh negara anggota ASEAN. Terutama di bidang ekonomi dalam upaya meningkatkan perekonomian di kawasan dengan meningkatkan daya saing di kancah internasional agar ekonomi bisa tumbuh merata, juga meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan yang paling utama adalah mengurangi kemiskinan

1.2       Rumusan Masalah
            Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah mengenai ASEAN Economic Community (AEC), diantaranya:
a.    Bagaimana persiapan Indonesia menghadapi AEC?
b.    Apakah Indonesia diuntungkan dengan adanya AEC ini?

1.3       Tujuan dan Manfaat
            Dari rumusan masalah diatas, penulis berharap pembaca dapat memahami tentang :
a.    Persiapan Indonesia dalam kerjasama dengan Negara ASEAN dalam AECatau MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)
b.    Keuntungan atau kerugian Indonesia dalam AEC

BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Dasar Hukum AEC
Dalam pelaksanaan AEC, Negara – Negara ASEAN harus memegang teguh prinsip pasar terbuka dan ekonomi yang digerakkan oleh pasar. Dengan kata lain, konsekuensi diberlakukannya AEC adalah liberalisasi perdagangan barang, jasa, dan tenaga terampil secara bebas dan tanpa hambatan tarif dan nontarif.
Rencana pemberlakuan AEC tersebut dicantumkan dalam Piagam ASEAN yang disahkan pada 2007. Pada tahun tersebut pula disepakati bahwa pencapaian AEC akan dipercepat dari 2020 menjadi 2015. Pengesahan AEC sendiri dicantumkan pada pasal 1 ayat 5 Piagam ASEAN dan diperkuat dengan pembentukan Dewan Area Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Council) yang tercantum dalam lampiran I Piagam ASEAN.Itulah dasar hukum yang mengesahkan terbentuknya ASEAN Economic Community.
Perlu diketahui bahwa pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 bukanlah sebuah proyek ”mercusuar” tanpa roadmap yang jelas. MEA 2015 adalah proyek yang telah lama disiapkan seluruh anggota ASEAN dengan visi yang kuat.MEA 2015 hanyalah salah satu pilar dari 10 visi mewujudkan ASEAN Community. Kesepuluh pilar visi ASEAN Community tersebut adalah :
a.    Outward looking
b.    Economic integration
c.    Harmonious environment
d.    Prosperity
e.    Caring societies
f.      Common regional identity
g.    Living in peace
h.    Stability
i.      Democratic, dan
j.      Shared cultural heritage (Kementerian Luar Negeri, 2014).
Dengan kata lain, keliru bila ada anggapan bahwa MEA 2015 adalah ambisi Indonesia dari pemerintah yang tidak jelas arahnya. Sejak dulu Indonesia memang sangat aktif memperjuangkan ASEAN sebagai masyarakat yang ”satu”. Ini antara lain dapat diidentifikasi dari pidato Presiden Soeharto pada pembukaan Sidang Umum MPR, 16 Agustus 1966 yang mengatakan, ”Indonesia perlu memperluas kerja sama Maphilindo untuk menciptakan Asia Tenggara menjadi kawasan yang memiliki kerja sama multisektor seperti ekonomi, teknologi, dan budaya. Dengan terintegrasinya kawasan Asia Tenggara, kawasan ini akan mampu menghadapi tantangan dan intervensi dari luar, baik secara ekonomi maupun militer,” CPF Luhulima, Jakarta Post, 7 Februari 2013.Dapat dikatakan bahwa Indonesia adalah inisiator dari terbentuk integrasi kawasan ASEAN.

2.2       Sekilas Tentang AEC (ASEAN Economic Community)
AEC merupakan realisasi dari visi ASEAN 2020 yaitu untuk melakukan integrasi terhadap ekonomi negara – negara ASEAN dengan membentuk pasar tunggal dan basis produksi bersama. Menurut Prof Hermanto Siregar terdapat beberapa konsep dalam AEC yaitu ASEAN Economic Community, ASEAN Political Security Community, dan ASEAN Socio-Culture Community
Ketiga hal tersebut akan direalisasikan di antara Negara – Negara anggota ASEAN secara bertahap. Untuk langkah pertama yang akan direalisasikan adalah AEC pada tahun 2015 ini, setidaknya terdapat 5 hal yang akan diimplementasikan yaitu arus bebas barang, arus bebas jasa, arus bebas investasi, arus bebas modal, dan arus bebas tenaga kerja terampil
Pada tahun 2015 ini di antara 10 Negara ASEAN yang terdiri dari Indonesia, Myanmar, Thailand, Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Philipina, Laos, dan Kamboja, dan Vietnam harus membebaskan 5 hal di atas untuk menerapkan aturan dari kesepakatan tersebut. Sebelumnya pada 2004, Indonesia bersama ASEAN telah menyepakati perjanjian dengan China yang dikenal sebagai ASEAN – China Free Trade Agreement (ACFTA).Dengan perjanjian itu, Negara – negara ASEAN dan China harus membebaskan barang – barang masuk.
2.3       Antisipasi Menghadapi AEC
            Dalam menghadapi AEC ini, Indonesia harus dapat mengantisipasi beberapa hal, seperti:
a.    Implementasi AEC berpotensi menjadikan Indonesia sekedar pemasok energi dan bahan baku bagi industrilasasi di kawasan ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam mininal
b.    Melebarnya defisit perdagangan jasa seiring peningkatan perdagangan barang
c.    Implementasi AEC juga akan membebaskan aliran tenaga kerja sehingga harus mengantisipasi dengan menyiapkan strategi karena potensi membanjirnya Tenaga Kerja Asing (TKA) akan berdampak pada naiknya remitansi TKA yang saat ini pertumbuhannya lebih tinggi daripada remitansi TKI. Akibatnya, ada beban tambahan yaitu dalam menjaga neraca transaksi berjalan dan mengatasi masalah pengangguran
d.   Implementasi AEC akan mendorong masuknya investasi ke Indonesia dari dalam dan luar ASEAN

2.4       Persiapan Indonesia Dalam Menghadapi AEC
Kesiapan Indonesia dalam menghadapi AEC 2015, antara peluang dan ancaman.Siap atau tidak siap sudah tidak perlu diperdebatkan lagi karena AEC sudah menjadi keputusan dan ketetapan politik yang harus dihadapi semua negara ASEAN. Jika dilihat dari beberapa data tentang kondisi Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, dalam banyak hal Indonesia kalah oleh Thailand dan Philipina, apalagi Brunei, Malaysia, dan Singapura masih tertinggal jauh.
Indonesia hanya menang dari luas negara yang begitu besar, jumlah penduduk yang banyak, dan sumber daya yang melimpah. Setelah diberlakukan AEC, Indonesia akan “diserbu” barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil dari Negara ASEAN lainnya sehingga hal ini akan menjadi ancaman yang serius. Atau sebaliknya Indonesia dapat “menyerbu” Negara ASEAN dan menjadi peluang yang besar bagi kita


2.5       Solusi Menghadapi AEC
Untuk mengatasi ketertinggalan kita dengan Negara lain, ada beberapa solusi agar kita tidak kalah dengan Negara lain. Diantaranya :
a.    Mengubah mindset konsumtif menjadi produktif sehingga kita bisa mengurangi pengeluaran dan memperbesar pemasukan bagi negara kita. Mengubah pegawai menjadi entrepreneur (pengusaha) sehingga diharapkan akan muncul pengusaha – pengusaha baru yang dapat menciptakan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan masyarakat indonesia secara mandiri sehingga tidak bergantung terhadap negara lain.
b.    Meningkatkan competitiveness produk yang akan berpengaruh pada ketertarikan konsumen akan produk yang kita hasilkan dengan kualitas terjamin dan harga yang terjangkau. Sumber daya manusia karena kunci dari kemajuan bangsa adalah bukan karena kekayaan alamnya melainkan SDM yang ada di dalamnya.
c.    Diversifikasi dan peningkatan nilai tambah bahan baku dari sumber daya alam yang melimpah menjadi produk berorientasi ekspor.
d.   Mempersiapkan lulusan perguruan tinggi yang mampu berkompetisi minimal di tingkat ASEAN (kedepan semua profesi harus memiliki sertifikasi tingkat ASEAN) dan tiap tenaga profesional memiliki semangat yang tinggi
Hanya, perjalanan setiap negara dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi ASEAN yang terintegrasi ini berbeda – beda. Ada negara yang dengan cepat bisa mempersiapkan diri, namun ada juga negara yang terlambat.Karakteristik, ukuran ekonomi, dan permasalahan yang dihadapi setiap negara yang berbeda juga turut memengaruhi kecepatan setiap negara dalam mempersiapkan diri menghadap MEA 2015.Singapura adalah negara ASEAN yang dapat dikatakan paling siap menghadapi MEA 2015.Meski tidak yang paling tertinggal, Indonesia masih perlu kerja ekstra untuk menghadapi MEA 2015 ini.Ini mengingat dalam beberapa hal strategis, Indonesia relatif tertinggal.
Beberapa studi mengonfirmasikan terkait ketertinggalan Indonesia ini. Studi Bank Dunia (2013) menyebutkan, daya saing produk ekspor Indonesia relatif tertinggal dibanding Negara – Negara ASEAN lain, terutama kaitannya dengan nilai tambah produk ekspor kita. Komposisi ekspor kita terbesar didominasi komoditas (resource based) dan barang primer (primary product).  Kondisi ini menyebabkan ekspor Indonesia rentan dengan gejolak harga.Hal ini pula yang saat ini kita rasakan, ekspor kita melemah akibat pelemahan perekonomian dunia yang menyebabkan harga komoditas dunia juga ikut menurun.Berbeda dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand, sebagian besar ekspornya didominasi oleh produk – produk yang telah disentuh teknologi (medium and high tech product).Kondisi infrastruktur kita juga relatif tertinggal.
Infrastruktur logistik kita misalnya berdasarkan Logistics Performance Index (LPI) 2012 yang dikeluarkan Bank Dunia, Indonesia hanya menduduki peringkat ke – 59 atau jauh di bawah Singapura yang berada di puncak di antara 155 negara yang disurvei. Posisi dan daya saing industri logistik Indonesia bahkan kalah dibanding Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina dan hanya unggul terhadap Myanmar dan Kamboja.Indonesia pasar ekonomi yang besar.Kelas menengah Indonesia semakin bertambah.

2.6       Peluang Ekonomi ASEAN Bagi UMKM
            Dengan adanya kerjasama AEC ini adapun keuntungan untuk UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) adalah sebagai berikut:
a.    Globalisasi ekonomi terutama konteks implementasi MEA dapat menciptakan peluang pasar bagi produk UKM. Pasar ASEAN sebesar 600 juta, dengan jumlah kelas menengah yang semakin meningkat. Menurut catatan Asian Development Bank (ADB), kelas-menengah ASEAN berjumlah 24% pada 2010 akan meningkat menjadi  65% pada 2030
b.    Potensi pengembangan industri nasional dan mendorong Indonesia sebagai production base di kawasan dengan ditopang pasar domestik yang besar, penduduk usia muda/produktif, investasi yang meningkat dan sumber daya alam yang besar
c.    Perdagangan intra-ASEAN cenderung meningkat, tetapi porsinya masih relatif kecil (25%).
d.   Keunggulan produk KUKM (memiliki keunikan/nilai seni tinggi berbasis kebudayaan lokal, handmade) dan telah memenuhi standar kualitas (Eropa Timur, UEA, & China peluang pasar untuk produk kerajinan).
e.    Dukungan kebijakan pemerintah/lintas terkait  (Hulu: peningkatan daya saing produk (diklat, sertifikasi produk, penguatan branding, dll) dan Hilir : promosi dan pemasaran melalui  fasilitasi pameran, temu bisnis, konsolidasi kargo)
f.     Semakin terbukanya peluang kerjasama ekonomi  bilateral, kawasan, regional

2.7       Upaya Strategis Pengembangan Pemasaran dan Jaringan Usaha
            Upaya strategis diarahkan untuk memberikan dukungan peningkatan daya saing UMKM dalam kerangka memperkuat pasar domestik dan internasional UKM. Ada beberapa upaya, diantaranya:
a.    HULU (Penguatan Kapasitas)
o    Identifikasi UKM potensial / orientasi ekspor & produk unggulannya
o    Mapping Negara tujuan ekspor sesuai produk UKM
o    Fasilitasi peningkatan kapasitas (capacity building) seperti : manajerial, teknis, entrepreneurial, training, bimbingan teknis, magang
o    Fasilitasi peningkatan produktivitas dan mutu UKM seperti : sosialisasi dan sertifikasi standarisasi ISO / SNI / HACCP / GMP / HAKI dan kehalalan produk, branding dan inovasi desain
o    Pengembangan wirausaha (UKM) berorientasi ekspor
o    Pengembangan kemitraan KUMKM (pola waralaba, subkontrak, pariwisata, BUMN)
o    Fasilitasi akses kepada sumber daya produktif : Pembiayaan (KUR), dana bergulir, pemasaran, dll
b.    MIDDLE (Pengembangan Infrastruktur Sarana dan Prasarana)
o    Konsolidasi pelabuhan ekspor / pooling cargo UKM melalui sistem e-consolidator kargo bagi UKM
o    Perluasan / pengembangan sarana promosi ekspor KUKM : SME tower, pusat promosi di daerah
o    Pembentukan PLUT (Program Pusat Layanan Usaha Terpadu)
o    Pengembangan trading board bagi UKM
o    Revitalisasi pasar tradisional
o    Ritel modern koperasi
o    Pusat distribusi took koperasi
o    Penataan pedagang kaki lima
o    Pengembangan kemitraan strategis KUKM
c.    HILIR (promosi dan akses pasar)
o    Fasilitasi promosi melalui pameran dalam negeri (SMESCO) festival, tematik, dan partisipasi pada event promosi strategis
o    Diversifikasi Negara tujuan ekspor : peningkatan akses dan jaringan pasar, promosi produk unggulan UKM melalui: pameran berskala internasional didalam dan luar negeri, trading board, UKM gallery dan pavilion propinsi, katalog, fasilitasi kemitraan usaha
o    Katalog promosi produk unggulan KUKM
o    Partisipasi dalam pertemuan internasional terkait dengan pengembangan UMK (APEC-SWEWG, BIMPEAGA, ASEAN, ICA, ACEDAC, ASEM, dll)

2.8       Menguntungkan atau Diuntungkan Indonesia
Perjanjian ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) / perdagangan bebas ASEAN-Cina terbukti merugikan Indonesia. Sepanjang 2014 saja, defisit perdagangan RI – Cina sudah mencapai US$ 1,5 miliar (16,9 triliun). Padahal, tujuan Indonesia menandatangani ACFTA adalah agar produk – produk kita bisa lebih mudah masuk ke Cina, negara berpenduduk terbanyak di dunia.Namun yang terjadi justru sebaliknya.Indonesia malah menjadi pasar baru buat produk – produk Cina.Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dipercepat menjadi 2015.Namun, hanya negara – negara berdaya saing tinggi yang diuntungkan seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
Guru besar ekonomi Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika mengatakan, sebelum dicanangkan pada 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) menguntungkan Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura. Sebab, selama 2007 – 2010 perdagangan Indonesia selalu surplus dan meningkat ke negara – negara ASEAN. Lihat saja, menurut Erani, pada 2010, Indonesia surplus US$ 3,5 miliar. Padahal pada 2005 – 2006, Indonesia masih defisit.Indonesia bisa surplus karena memiliki komoditas perkebunan yang besar, kelautan, elektronik, tekstil dan lain-lain.Tapi, semua itu merupakan industri – industri yang sudah mulai terbenam.
Perdagangan di sektor – sektor tersebut akan menurun secara bertahap. Jika tidak direvitalisasi, sector – sektor tersebut akan bermasalah. Karena itu, Indonesia bisa jadi negara yang dirugikan ke depannya setelah dicanangkan MEA pada 2015. Sebab, negara ASEAN yang lain seperti Vietnam, Filipina dan lain - lain akan menyalip Indonesia,” ujarnya. Karena itu, yang terpenting adalah bagaimana menyelesaikan masalah yang mengganggu ekonomi domestik.
Menurutnya, Indonesia harus memperkuat sektor pertanian dan industri.“Sebab, kedua sektor tersebut justru mengalami pelemahan dari tahun ke tahun” ucapnya. Jika tidak mengalami perbaikan yang berarti, Indonesia akan sulit bersaing dengan negara - negara ASEAN lainnya. Hingga 2015, Indonesia memang bisa survive dalam kancah ASEAN. Tapi setelah itu, Indonesia akan mengalami banyak masalah jika tidak mengalami perbaikan – perbaikan. Yaitu perbaikan iklim investasi, daya saing, pembangunan infrastruktur, konsistensi kebijakan pemerintah, pembebasan lahan dan lain – lain,” urainya.
Dia menegaskan, negara – negara ASEAN yang paling baik daya saing ekonominya saat ini adalah Thailand, Singapura dan Malaysia. Karena itu, negara – negara top three tersebut, paling diuntungkan dengan adanya masyarakat ekonomi ASEAN. Indonesia berada pada level menengah bersaing dengan Filipina dan Vietnam. “negara – negara yang paling dirugikan adalah negara – negara yang daya saingnya rendah seperti Kamboja, Laos, Brunei Darussalam dan Myanmar,” imbuh Erani. Dihubungi terpisah, Chief Economist Danareksa Research Institute (DRI) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan hal yang sama. Menurutnya, yang paling diuntungkan dari MEA, adalah negera – negara yang paling siap bersaing, efisien dan paling mempersiapkan diri hingga 2015.
 Menurutnya, jika Indonesia tidak menyiapkan tenaga ahli yang baik, sementara negara lain mengirimkan tenaga ahli ke Indonesia, MEA sangat merugikan. Sebab, Indonesia bisa jadi hanya mengirimkan tenaga yang tidak ahli sehingga dibayar murah. Di sisi lain, negara – negara ASEAN lain bisa mendapatkan akses pasar yang jauh lebih besar sedangkan Indonesia tidak. Jika melihat persiapannya saat ini yang kurang, Indonesia bisa dirugikan dengan terbentuknya masyarakat ekonomi ASEAN.Memang dari sisi murahnya buruh, Indonesia memiliki comparable advantage.Tapi, itu merugikan. Indonesia mengirim 1.000 orang, hanya dibayar dengan 10 orang tenaga ahli dari luar ke Indonesia.
Seperti pendapat Erani, Purbaya juga menegaskan, Malaysia, Thailand dan Singapura yang jelas paling diuntungkan.Singapura memiliki high-tech yang lebih tinggi dibandingkan Indonesia baik elektronik maupun produk lainnya.Indonesia juga banyak mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Singapura. “Management dan services Singapura jauh lebih baik,” timpalnya. Begitu juga dengan Malaysia.Hanya sektor Crude Palm Oil (CPO) negeri Jiran itu yang bisa dilawan Indonesia. Tapi, dari sisi value added dan high-tech Indonesia kalah termasuk elekronik.
Daya saing industri Malaysia juga jauh lebih baik karena supplyenergi di Negara itu. Dia menegaskan, Malaysia sudah berpikir jangka panjang sedangkan Indonesia baru mulai.Pabrik keramik di Indonesia kesusahan mendapatkan gas di dalam negeri.“Malaysia memiliki gas karena sudah kontrak jangka panjang hingga 30 tahun dari Indonesia,” tukas Purbaya.Sementara itu, Thailand lebih siap menyerap investasi asing dibandingkan Indonesia.Thailand menjadi produksi mobil jepang, sehingga memiliki multiplier effect ke industri – industri dibawahnya.Bahkan, pabriknya di Thailand dan hasilnya dijual ke Indonesia” timpal Purbaya.Diatas semua itu, Purbaya menggarisbawahi, Indonesia juga bisa diuntungkan jika benar – benar bisa memperbaiki iklim investasi sebelum 2015.“Tapi, berkaca pada perdagangan bebas, pemerintah dan pengusaha kurang memaksimalkan pasar ASEAN,” paparnya.

2.9       Peran Indonesia di ASEAN
Jika dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB), Indonesia merupakan penyumbang terbesar (lebih dari sepertiga) PDB ASEAN yang mencapai 1,2 triliun US$ (PPP). Dari jumlah populasi ASEAN (600 juta orang), Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar, yang pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 250 juta.Sekitar 60% di antaranya adalah kelas menengah dengan pertumbuhan relatif tinggi.Selain potensi sumber daya manusia, ekonomi Indonesia juga didukung oleh sumber daya alam yang kaya dan beragam, serta wilayah yang sangat luas baik wilayah daratan maupun lautan.Berbagai faktor tersebut semestinya dapat dijadikan sebagai modal untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam berbagai kerjasama ekonomi.
Demikian juga dalam kerjasama MEA, seharusnya Indonesia dapat memanfaatkan posisi tawarnya untuk mendapatkan keuntungan maksimal saat ASEAN dijadikan sebagai pasar yang terintegrasi dan basis produksi yang kompetitif. Namun ada keraguan besar Indonesia akan dapat mewujudkan hal tersebut. Untuk kasus industri otomotif misalnya, Malaysia mampu membuat kesepakatan dengan industri otomotif Jepang, sehingga produk otomotif Jepang boleh masuk ke pasar Malaysia, tetapi dengan syarat menggunakan merek nasional Malaysia dan perencanaan jelas untuk pengalihan teknologi. Dengan kesepakatan kerjasama dan strategi industrialisasi yang jelas, akhirnya Malaysia mampu membangun industri otomotif nasional dan bahkan dapat memasarkan produknya ke luar negeri.
Sedangkan Indonesia, meskipun posisi tawar lebih besar dibanding Malaysia, baik dari potensi pasar maupun faktor produksi, hingga saat ini Indonesia belum juga memiliki industri otomotif nasional.Di sektor jasa perbankan, Indonesia juga belum mampu memanfaatkan daya tarik pasar domestik dengan kebijakan yang dapat menguntungkan kepentingan nasional.
Indonesia telah membuka kepemilikan asing di bank lokal hingga 99 persen, aturan pembukaan cabang dan ATM tidak terbatas, serta segmen pasar bank asing yang tidak dibatasi.
Sementara Singapura yang memiliki sektor jasa keuangan dan perbankan yang jauh lebih kompetitif tetap membatasi kepemilikan asing di bank lokal maksimal hanya 20%, ijin operasional diberikan berjenjang dan pembukaan cabang dan ATM sangat terbatas.Demikian juga Malaysia dan Thailand yang memiliki kebijakan jelas dalam mendukung daya saing sektor perbankan dalam memanfaatkan pasar domestiknya.
Lemahnya posisi tawar Indonesia terutama disebabkan oleh tidak adanya strategi dan kebijakan industri yang komprehensif yang akan menjadi referensi bagi pemerintah. Bila ada acuan yang jelas maka pada setiap perundingan kerjasama ekonomi baik regional seperti MEA, kerjasama global seperti WTO maupun kerjasama-kerjasama bilateral, Indonesia akan memiliki langkah yang jelas dan konsisten. Strategi dan kebijakan industrialisasi nasional ini pula yang kemudian akan menjadi acuan bagi kesepakatan pemangkasan tarif bea masuk, membuka atau membatasi impor suatu produk, termasuk mempercepat atau menunda liberalisasi sektor tertentu.

2.10     Kerjasama Indonesia Dengan Beberapa Negara
Untuk kawasan ASEAN, telah dimulai dari liberalisasi perdagangan di kawasan ini yakni dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992.Tahun 1995, Indonesia bergabung dengan WTO yang kemudian mendorong Indonesia mengalami penurunan tarif impor secara persisten. Setelah krisis, kerjasama ekonomi dan perdagangan secara bilateral dan multilateral juga terus bergulir seperti dengan Jepang tahun 2008 dalam payung Japan – Indonesia Economic Partnership Agreement (JIEPA). Indonesia juga turut meratifikasi kerjasama negara-negara ASEAN dengan Australia-New Zealand melalui ASEAN-Australia New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) di tahun 2009, dan selanjutnya juga ikut meratifikasi kesepakatan perdagangan negara-negara ASEAN dengan China melalui ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) yang diimplementasikan pada 2010 lalu. Berbagai kesepakatan perdagangan bebas tersebut telah mengakibatkan rata – rata tarif impor Indonesia. Tarif bea masuk Indonesia bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan negara – negara berkembang lain seperti Brazil, China, India dan Rusia. Dalam setiap FTA, Pemerintah selalu optimis, Indonesia siap dan yakin akan mendapatkan banyak keuntungan.
Namun sayang, paska implementasi berbagai liberalisasi perdagangan tersebut sejumlah indikator justru menunjukkan kecenderungan sebaliknya.
Impor China di Indonesia masih 9 persen, maka pada tahun 2012 porsinya mencapai 15 persen dari total impor Indonesia. Ke depan, defisit transaksi perdagangan dengan China diperkirakan masih akan terus berlanjut mengingat proses penurunan tarif masih akan terus berlanjut baik dalam tingkat tarif bea masuk maupun pada cakupannya.
Dalam ACFTA komposisi ekspor Indonesia ke China pun didominasi oleh barang mentah. Sementara China telah mendapatkan manfaat besar dengan menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan baku bagi industrinya. Bahkan untuk sejumlah SDA, China sangat bergantung pada impor dari Indonesia seperti batubara muda atau lignite (90 persen), biji aluminium (67 persen), nikel (60 persen), dan miyak sawit (45 persen) dan batu bara (24 persen).
Di sisi impor, ACFTA juga telah memperlemah daya saing industri domestik dan memperkuat daya saing industri China.Membanjirnya produk – produk impor dari China dengan harga yang lebih kompetitif dibandingkan dengan produk – produk domestik membuat daya saing industri nasional semakin lemah.Dengan fakta – fakta di atas, semakin jelas bahwa Indonesia perlu melakukan evaluasi dan koreksi atas berbagai kesepakatan kerjasama liberalisasi ekonomi.Telah banyak bukti pengalaman pahit yang dialami Indonesia dari berbagai kesepakatan perdagangan bebas akibat absennya strategi.
Padahal saat ini Indonesia telah menyepakati banyak kerjasama liberalisasi ekonomi, baik yang sudah berjalan maupun yang akan segera diimplementasikan.
Model kerjasama ekonomi yang disepakati pun tidak hanya kerjasama perdagangan bebas (Free Trade Agreement), tetapi sudah banyak juga kesepakatan kerjasama ekonomi yang lebih luas (Comprehensive Economics Partnership Agreement) yang selain mencakup perdagangan bebas juga liberalisasi investasi, industri, serta ekonomi secara luas termasuk tenaga kerja.
BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 bukan hanya sekedar tempat bertemunya semua anggota Negara ASEAN, namun bisa juga dilihat sebagai ajang persaingan positif ekonomi. Dalam pelaksanaannya nanti pasti terdapat hambatan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, namun dengan potensi anak bangsa yang cemerlang dan modal yang kuat yaitu wilayah geografis yang strategis serta sumber daya alam yang melimpah, apabila dikelola dengan baik bukan hal tidak mungkin Indonesia dapat menjadi pemenang dalam persaingan pasar bebas ASEAN nanti
Adanya MEA 2015 ini kita bangsa Indonesia diberikan kesempatan untuk mendapatkan kejayaan masa silam kita sebagai sumber perdagangan yang jaya, bukan hanya di masa lalu namun juga saat Asean Economic Community resmi dimulai.Masyarakat Indonesia tidak boleh kalah dengan Negara ASEAN lainnya, dalam AEC ini Indonesia harus bisa bersaing dari segi pendidikan, tenaga kerja, keterampilan, daya saing dan desain produk. Produk Indonesia tidak kalah dengan produk luar hanya saja cara kita memasarkan suatu produk tidak high-tech dibandingkan negara – negara lain.Infrastruktur dan birokrasi pemerintah masih banyak harus kita benahi, Negara lain dapat mengurus perijinan tidak perlu datang ke kantor pemerintah, mereka cukup online di website pemerintahan

3.2       Saran
Dari kesimpulan diatas penulis berharap, para pembaca lebih percaya diri dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang akan dimulai pada akhir tahun ini. Masyarakat Indonesia yang terkenal akan keramahannya dan Negara yang terkenal dengan kaya akan adat istiadat dan budaya sehingga para pengusaha akan lebih senang. Tapi masyarakat Indonesia juga harus bisa menerima perbedaan budaya dari Negara lain, dan Indonesia lebih meningkatkan pendidikan. Pemerintah juga harus mendukung dengan diperbaikinya sarana dan prasarana
DAFTAR PUSTAKA

Seminar ASEAN Economy Community di Putera Batam, Tanggal: 08 Nov 2014 & 15 Nov 2014



penerapan PPN dan PPh BM pada kawasan perdagangan bebas Batam, Bintan dan Karimun.



Tugas Perpajakan Universitas Putera Batam 

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Provinsi Kepri merupakan wilayah yang memiliki kekhususan secara geografis karena berbatasan dengan negara tetangga sehingga merupakan pintu masuk lintas batas antara Indonesia, Singapura, Malaysia dan Vietnam yang memiliki luas wilayah 252.602 Km2 dengan luas perairan 242.497 Km2 (96%). Provinsi Kepri yang wilayahnya didominasi dengan perairan merupakan daerah lintas kepulauan yang menjadi lintasan strategis jalur perekonomian, perdagangan, pariwisata, industri dan investasi. Dari segi sumber daya alam Kepri memiliki pertambangan, gas alam. Dengan kondisi wilayah 96% lautan mendukung bagi pengembangan usaha budidaya perikanan dan pariwisata. Dengan potensi wilayah Kepri yang besar pemerintah menciptakan kawasan ekonomi khusus atau disebut juga FTZ.
FTZ adalah wilayah dimana ada beberapa hambatan perdagangan seperti tarif dan kuota dihapuskan dan mempermudah urusan birokrasi dengan harapan menarik bisnis baru dan investasi asing. Pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan, Karimun dan Tanjung Pinang adalah amanat yang terkandung dalam UU No. 44 tahun 2007 serta peraturan pelaksanaan yang berada dibawahnya. Sebagai amanat undang-undang, maka menjadi kewajiban bagi setiap instansi terkait untuk melaksanakannya secara konsekuen dan konsisten.
Pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan dan Karimun (BBK) adalah bagian dari strategi pembangunan perekonomian Indonesia untuk dapat berinteraksi secara produktif dalam kancah perekonomian regional dan internasional. Dengan demikian, pelaksanaan FTZ ini merupakan kepentingan nasional untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di tengah globalisasi ekonomi dunia yang semakin deras dengan tuntutan deregulasi, debirokratisasi, dan penghapusan berbagai proteksi baik tarif maupun nontarif. Karena menyangkut kepentingan nasional maka pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan dan Karimun harus segera direalisasikan.

1.2       Definisi Free Trade Zone (FTZ)
FTZ adalah Sebuah istilah asing yang kemudian diartikan sebagai Zona Perdagangan Bebas. Secara harfiah adalah kawasan perdagangan bersifat bebas, namun bukan bebas berdagang (logika bahasa), maka disana terdapat jenis perdagangan dengan berbagai macam regulasi yang mengaturnya. FTZ adalah sebuah kebijakan yang berbentuk fasilitas atau membebaskan beberapa jenis obyek perdagangan dari beberapa aturan kepabeanan termasuk pajak dan retribusi. Artinya kebebasan tersebut berkaitan dengan fasilitas. FTZ sendiri sebenarnya istilah yang masih terlalu luas, karena di dalamya meliputi berbagai bentuk sistem perdagangan bebas. SEZ atau Special Economic Zone di Indonesia dikenal dengan KEK atau Kawasan Ekonomi Khusus yang secara umum adalah Kawasan yang mendapatkan fasilitas khusus dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya, artinya tidak ada perbedaan pengertian dengan FTZ itu sendiri, meskipun pada tingkatannya FTZ bagian turunan dari SEZ atau KEK.
Pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan dan Karimun (BBK) adalah bagian dari strategi pembangunan perekonomian Indonesia untuk dapat berinteraksi secara produktif dalam kancah perekonomian regional dan internasional. Dengan demikian, pelaksanaan FTZ ini merupakan kepentingan nasional untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di tengah globalisasi ekonomi dunia yang semakin deras dengan tuntutan deregulasi, debirokratisasi, dan penghapusan berbagai proteksi baik tarif maupun nontarif. Karena menyangkut kepentingan nasional maka pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan dan Karimun harus segera direalisasikan.
Sebagaimana dijelaskan dalam UU No.44 tahun 2007, pembentukan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan perekonomian nasional pada umumnya dan perekonomian wilayah Batam, Bintan dan Karimun pada khususnya.
Sebagai amanat undang-undang maka menjadi kewajiban bagi setiap instansi terkait untuk melaksanakan secara konsekuen dan konsisten. Untuk itu, Gubernur Kepri mencanangkan Dual Track Strategy. Pertama, pengembangan kawasan FTZ Batam, Bintan dan Karimun (BBK), sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 44 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas (FTZ). Serta PP No. 46, 47, 48 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun. Kedua, Kawasan Natuna, Anambas, dan Lingga (NAL) sebagai pusat pengembangan kelautan dan perikanan, pertanian dan pariwisata serta connectivity. Langkah-langkah tersebut diatas merupakan bagian rencana strategi pengembangan wilayah Kepri oleh Gubernur Kepri.
Dengan adanya sistem FTZ ini, banyak sekali dampak positif yang akan didapatkan oleh pemerintah Indonesia, khususnya bagi wilayah setempat, yang diantaranya adalah penyederhanaan sistem birokrasi, menciptakan lapangan kerja, dan menumbuhkan serta meningkat investor, penghapusan bea dan tarif ekspor, meningkatkan devisa dan hasil ekspor, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Selain dampak positif, tentunya dengan diberlakukannya FTZ di kawasan BBK dapat pula menimbulkan dampak negatif, khususnya yang menyangkut kerawanan keamanan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini setidaknya akan menyulitkan Indonesia dalam memberikan pengamanan, karena dengan diberlakukannya FTZ di BBK tentunya hubungan yang terjadi bukan saja bentuk lokal (negara Indonesia saja), namun juga telah melibatkan beberapa negara (Singapura dan Malaysia).
Tingkat kerawanan yang dirasa berat adalah ketika terjadinya trans national crime, sehingga perlu adanya kesamaan kebijakan dari pemerintah masing – masing, sehingga tingkat kerawanan dapat ditekan semaksimal mungkin. Masalah inilah yang memerlukan pengawasan dan pengamanan yang ekstra ketat, karena timbul masalah kriminalitas yang sudah melibatkan lebih dari satu negara. Pada acara kunjungan Presiden Republik Indonesia di Kepri tanggal 27 April 2012, Presiden menyetujui rencana strategi yang dipaparkan oleh Gubernur Kepri agar instansi – instansi terkait dalam pelaksanaan FTZ saling mendukung dan bersinergi dengan rencana strategi Gubernur Kepri. Dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, maka Provinsi Kepri dijadikan kawasan FTZ khususnya di tiga kawasan, yaitu: Batam, Bintan dan Karimun sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya yaitu pada Peraturan Pemerintah No. 46, 47 dan 48 tahun 2007 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam, Bintan dan Karimun.
Tentunya dengan adanya kebijakan ini akan sangat berpengaruh besar terhadap situasi dan kondisi wilayah nusantara khususnya di Kepri, terutama di tiga kawasan tesebut, baik yang menyangkut masalah perubahan sosial budaya, politik, ekonomi maupun keamanan. Masalah keamanan dan kepastian hukum di kawasan FTZ akan sangat ditentukan oleh faktor geografi, demografi, politis dan sumber daya alam. Secara geografis daerah BBK berbatasan dengan beberapa negara yaitu, Singapura, Malaysia dan Vietnam. Di samping itu, kawasan BBK juga terletak diwilayah perairan yang merupakan jalur pelayaran internasional yang sangat padat di lewati kapal dagang atau niaga, sehingga sangat rentan terjadinya kejahatan antar negara.

1.3       Maksud Dan Tujuan
1.    penyederhanaan sistem birokrasi,
2.    menciptakan lapangan kerja,
3.    menumbuhkan serta meningkat investor,
4.    penghapusan bea dan tarif ekspor,
5.    meningkatkan devisa dan hasil ekspor,
6.    dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.





PEMBAHASAN

2.1       Penerapan PPN dan PPn BM
Bedasarkan Pasal 11 Ayat (4) UU No.36 Th.2000, UU No.44 Th.2007, pemasaukan dan pengeluaan barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas melalui palabuhan dan Bandar udara yang ditunjukan dan berada di bawah pengawasan pabean diberikan pembebasan Bea Masuk, Pembebasab PPN, pembebasan PPnBM, dan Pembebasan Cukai.
Bedasarkan pertimbangan tersebut dan dalam rangka melaksanakan ketentuan UU Kepabean dan UU PPN, pada tanggal 16 Januari 2009 presiden menetapkan Peraturan Pemerintah No.02 Th.2009 yang kemudian di atur kembali dengan Peraturan pemerintah No.10 h.2012 pada tanggal 09 Januari 2012.
Ada beberapa Poin yang ada di dalam ketentuan ini, diantaranya adalah sebagai berikut :

1.    PEMASUKAN BARANG DARI LUAR DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS
a.      Pasal 14 PP No. 10 Th. 2012:
Pemasukan barang kekawasan bebas dari luar daerah Pabean diberikan Pembebasan Bea Masuk, Pembebasan PPN, tidak dipungut PPh Pasal 22 UU PPh, dan atau Pembebasan cukai.
Dengan Contoh :
Pemasukan spare part dari Singapure ke Batam bebas biaya masuk, bebas PPN

2.    PEMASUKAN BARANG DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS
a.      Pasal 17 Ayat (1) PP No.10 Th.2012:
Pemasukan barang ke kawasan bebas dari tempat lain dalam daerah pabean melalui pelabuhan atau Bandar udara yang ditunjukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Ayat (2) tidak dipungut PPN.
Dengan Contoh :
Pemasukan spare part dari medan ke batam melalui pelabuhan atau Bandar udara yang ditunjukan

b.      Pasal 10 Ayat (1) PermenKeu No.62/PMK.03./2012:
Pemasukan barang kena pajak (BPK) dari tempat lain dalam daerah pabean ke kawasan bebas melalui pelabuhan atau Bandar udara yang ditunjukan, tidak dipungut PPN atau PPnBM.
Dengan contoh :
Pemasukan spare part dari medan ke batam melalui pelabuhan atau Bandar udara yang ditunjukan tidak dipungut PPN atau PPnBM.

c.       Pasal 11 Ayat (1) PermenKeu No.62/PMK.03./2012:
Atas pemasukan BKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (1) dan Ayat (2) wajib dibuatkan Faktur pajak yang diisi lengkap sesuai dengan ketentuan pasal 13 Ayat (5) UU PPN.
Dengan contoh :
Pemasukan spare part dari medan ke batam dibuatkan Faktur pajak yang diisi lengkap

d.        Pasal 11 Ayat (6) No.62/PMK.03./2012:
Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) harus diberi cap “PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT BEDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012” oleh PKP yang melakukan penyerahan.


Dengan Contoh :
Pemasukan spare part dari medan ke batam harus diberi cap pajak pertambahan nilai tidak dipungut

3.     PENYERAHAN BARANG DI DALAM KAWASAN BEBAS
a.      Pasal 4 ayat (2) PP No.10 Th.2012:
Penyerahan barang di dalam kawasan bebas dibebaskan dari pengenaan PPN.
Maksudnya jika ada transaksi penjualan / pembelian namun masih di dalam kawasan bebasakan dibebaskan dari pengenaan PPN.)
Dengan Contoh :
Pengiriman barang elektronik dari distributor ke FTZ akan dibebaskan dari pengenaan PPN).

b.   Pasal 4 ayat (1) PP No. 10 Th. 2012:
Pengusaha di kawasan Bebas tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Dengan Contoh :
Pengiriman barang elektronik dari distributor ke FTZ tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

4.    PENGELUARAN BARANG DARI KAWASAN BEBAS KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN
a.       Pasal 19 Ayat (1) PP No.10. Th.2012:
Barang asal luar daerah Pabean yang akan dikeluarkan dari kawasan Bebas ke tempat lain dalam daerah pabean wajib dilunasi Bea Masuk, PPN, dan atau PPh pasal 22 UU PPh.
Dengan Contoh :
Pengiriman spare part dari Batam ke Bandung wajib dilunasi Bea Masuk, PPN

b.      Pasal 19 Ayat (2) PP No.10. Th.2012:
Barang asal kawasan bebas dan tempat lain dalam daerah pabean yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, Wajib di Lunasi PPN.
Dengan Contoh :
Pengiriman spare part dari Batam ke Singapure Wajib di Lunasi PPN.

c.       Pasal 2 Ayat (1) PP PermenKeu No.62/PMK/.03/2012:
BPK yang dikeluarkan dari kawasan bebas ke tempat lain dalam Daerah pabean terutang PPN.
Dengan Contoh :
Pengiriman spare part dari Batam ke Bandung terutang PPN

d.      Pasal 2 Ayat (2) Permenkeu No.62/PMK.03/2012:
Dalam hal BKP sebagaimana pada Ayat (1) merupakan BKP yang tergolong mewah, atas pengeluaran BKP dimaksud terutang PPN dan PPnBM.
Dengan Contoh :
            Pengiriman mobil dari Batam ke Bandung terutang PPN dan PPnBM.

e.       Pasal 2 Ayat(6) Permenkeu No.62/PMK/03/2012:
PPN sebagaimana simaksud pada Ayat (1) dan PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) yang terutang harus dipungut dan disetor ke kas negara oleh yang mengeluarkan BKP melalui nomor kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh Menkeu, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
Dengan Contoh :
Pengiriman mobil dari Batam ke Bandung, pengirim  harus membayar PPN dan PPnBM ke kas Negara melalui nomor kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh Menkeu, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).

f.     Pasal 2 Ayat (7) Permenkeu No.62/PMK.03/2012:
SSP sebagaimana dimaksud pada Ayat (6) diisi dengan cara:
a.    Pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP orang yang menerima BKP
b.    Pada kolom Wajib Pajak/penyetor dicantumkan juga nama dan NPWP orang yang mengeluarkan BKP

g.      Pasal 2 Ayat (9) Permenkeu No.62/PMK/03/2012:
SSP sebagaimana dimaksud pada Ayat (6) yang dilampiri dengan invoice dan pemeberitahuan pabean merupakan dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak.

h.      Pasal 2 Ayat (10) Permenkeu No.62/PMK.03/2012:
PPN yang telah dibayar dengan menggunakan SSP yang dilampiri dengan invoice dan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada Ayat (9), merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang menerima BKP sesuai peraturan perundang-undang di bidang perpajakan.

Penjelasan Point f,g,h
a.       Cara Penyetoran PPN
a.         PPN atau PPN dan PPnBM disetor ke kas negara oleh Orang yang mengeluarkan BKP melalui kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan SSP. (Pasal 2 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
b.        SSP diisi dengan cara: (Pasal 2 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
§   pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP Orang yang menerima BKP;
§   pada kolom Wajib Pajak/penyetor dicantumkan juga nama dan NPWP Orang yang mengeluarkan BKP.

b.      Saat Penyetoran
§ Penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM dilakukan paling lama pada saat BKP tersebut dikeluarkan dari Kawasan Bebas. (Pasal 2 ayat (8) PMK-62/PMK.03/2012)
     SSP yang dilampiri dengan invoice dan Pemberitahuan Pabean merupakan dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak. (Pasal 2 ayat (9) PMK-62/PMK.03/2012)
§ PPN yang telah dibayar dengan menggunakan SSP yang dilampiri dengan invoice dan Pemberitahuan Pabean ini merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang menerima BKP sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (Pasal 2 ayat (10) PMK-62/PMK.03/2012)
     Syarat agar BKP dapat dikeluarkan dari kewasan bebas ke TLDDP
§ BKP dapat dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP sepanjang telah dipenuhi kewajiban pabean sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan kepabeanan. (Pasal 5 ayat (1) PMK-62/PMK.03/2012)
§ Termasuk dalam pemenuhan kewajiban pabean ini adalah penyampaian Pemberitahuan Pabean yang dilampiri dengan: invoice atau faktur penjualan atau dokumen penyerahan barang dalam hal barang tersebut bukan dalam rangka transaksi jual beli; dan SSP (Pasal 5 ayat (2) PMK-62/PMK.03/2012)





Contohnya :
PTA (pengusaha di Kawasan Bebas) memasukkan komponen TV dari Luar Daerah Pabean. Kemudian PTA merakit komponen TV tersebut dengan menambahkan komponen lokal sehingga menjadi TV plasma sebanyak 10 unit dengan merek TV “BONY” (termasuk BKP yang tergolong mewah dengan tarif 10%). Selanjutnya PT A menjual seluruh unit TV plasma tersebut kepada PT C (pengusaha di TLDDP) dengan harga jual per unit @ Rp 5.000.000,00. Pengiriman barang dilakukan melalui pelabuhan Batu Ampar Batam tanggal 25 Maret 2009.
Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan ketentuan perpajakan atas pengeluaran BKP tersebut adalah sebagai berikut :
Ø  Dasar Pengenaan Pajak (10 X 5.000.000,00)         Rp 50.000.000,00
Ø  PPN yang terutang (10% x DPP)                           Rp   5.000.000,00
Ø  PPnBM yang terutang (10% X DPP)                      Rp   5.000.000,00
v  PT A (Orang yang mengeluarkan barang) memungut dan menyetor PPN dan PPnBM yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
v  Pemungutan dan penyetoran Pajak.Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang (oleh PT.A) paling lama pada tanggal 25 Maret 2009;
v  Surat Setoran Pajak (SSP) diisi dengan cara:
Ø pada kolom nama dan kolom NPWP diisi dengan nama dan NPWP PT C;
Ø pada kolom Wajib Pajak/penyetor selain dicantumkan nama penyetor, juga dicantumkan nama dan NPWP PT A.
v  Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas pengeluaran TV tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT C sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


TATA CARA PENGISIAN SSP PPN:











KESIMPULAN

BBK (Batam, Bintan dan Karimun) yang memiliki zona perdagangan bebas atau kekhususan dalam ekspor impor menjadi nilai tambahan buat investor. Barang yang masuk atau dikenal dengan impor tidak dikenakan biaya apapun asalkan barang tersebut dalam kondisi baru dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tetapi barang akan dikenakan biaya apabila dikeluarkan dari BBK. Dengan kata lain pajak terutang pada saat impor.
Besarnya biaya yang dibayarkan tergantung dari HS Code (Harmonize System Codes) yang mana bedasarkan BTKI 2012 (buku tariff ke pabeanan Indonesia 2012). Ekspor yang bisanya dikenakan biaya adalah barang-barang yang siap pakai. Misalnya kita mengimpor barang-barang keperluan kapal atau spartpart dari Singapure tidak dikenakan biaya impor. Tapi pada saat sudah menjadi kapal kita wajib melunasi PPh.