BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) atau
dalam Bahasa Indonesia biasa disebut dengan Persatuan Negara – Negara Asia
Tenggara, pertama dikenal dengan Persatuan Asia Tenggara atau ASA (Association of Southeast Asia), merupakan
organisasi geopolitik dan ekonomi yang anggotanya dari Negara – negara di
wilayah Asia Tenggara. ASEAN berdiri pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok,
Thailand. Setiap wakil Negara ASEAN ikut menandatangani deklarasi Bangkok
seperti:
a. Indonesia
diwakili oleh Adam Malik
b. Filipina
diwakili oleh Narciso R. Ramos
c. Malaysia
diwakili oleh Tun Abdul Razak
d. Singapura
diwakili oleh S. Rajaratman
e. Thailand
diwakili oleh Thanat Khoman
Bekerjasama antarnegara
yang ada dikawasan Asia Tenggara, kerjasama ASEAN terutama dalam bidang
ekonomi, sosial dan kebudayaan. Adapun tujuan pokok ASEAN adalah :
a. Menjalin
saling pengertian dan hubungan persaudaraan antara Negara – Negara di Asia
Tenggara
b. Memajukan
kerjasama ekonomi dengan jalan membentuk pasaran bersama dan membuat proyek
bersama. Misalnya: pabrik diesel marine di Singapura, dan sebagainya.
c. Memajukan
kerjasama dalam bidang kebudayaan dengan tukar menukar kebudayaan
d. Meningkatkan
kerjasama dalam bidang pariwisata
e. Menanggulangi masalah peredaran narkotika secara bersama – sama
f. Melaksanakan perjanjian ekstradisi antar anggota ASEAN
Gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta yang didirikan pada bulan
Juni 1976.Saat ini anggota ASEAN terdiri dari 10 negara terdiri dari 5 negara
pendiri dan 5 negara yang bukan pendiri ASEAN, artinya ke-5 negara ini masuk
menjadi anggota setelah ASEAN terbentuk Ke-5 negara tersebut adalah :
a. Brunei Darussalam, resmi menjadi anggota Asean tanggal 7
Januari 1984.
b. Vietnam, resmi menjadi anggota Asean tanggal 28 Juli
1995.
c. Myanmar, resmi menjadi anggota Asean tanggal 23 Juli 1997.
d. Laos, resmi menjadi anggota Asean tanggal 23 Juli 1997.
e. Kamboja, resmi menjadi anggota Asean tanggal 16 Desember
1998.
Pada tahun 2015 ini
Indonesia dihadapkan dengan adanya ASEAN Economic Community (AEC), sehingga
Masyarakat Indonesia harus siap menghadapinya karena sistem pasar bebas akan
memasuki Negara Indonesia, dimana persaingan bisnis bukan hanya diantara
Masyarakat Indonesia tetapi juga sesama Masyarakat di wilayah ASEAN. Asean
Economic Community (AEC) merupakan kesepakatan yang dibangun oleh sepuluh
negara anggota ASEAN. Terutama di bidang ekonomi dalam upaya meningkatkan
perekonomian di kawasan dengan meningkatkan daya saing di kancah internasional
agar ekonomi bisa tumbuh merata, juga meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan
yang paling utama adalah mengurangi kemiskinan
1.2 Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah mengenai ASEAN Economic
Community (AEC), diantaranya:
a. Bagaimana
persiapan Indonesia menghadapi AEC?
b. Apakah
Indonesia diuntungkan dengan adanya AEC ini?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Dari
rumusan masalah diatas, penulis berharap pembaca dapat memahami tentang :
a. Persiapan
Indonesia dalam kerjasama dengan Negara ASEAN dalam AECatau MEA (Masyarakat
Ekonomi ASEAN)
b. Keuntungan
atau kerugian Indonesia dalam AEC
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar
Hukum AEC
Dalam pelaksanaan AEC, Negara – Negara ASEAN harus memegang
teguh prinsip pasar terbuka dan ekonomi yang digerakkan oleh pasar. Dengan kata
lain, konsekuensi diberlakukannya AEC adalah liberalisasi perdagangan barang,
jasa, dan tenaga terampil secara bebas dan tanpa hambatan tarif dan nontarif.
Rencana pemberlakuan AEC tersebut dicantumkan dalam Piagam ASEAN yang disahkan pada 2007. Pada tahun tersebut pula disepakati bahwa pencapaian AEC akan dipercepat dari 2020 menjadi 2015. Pengesahan AEC sendiri dicantumkan pada pasal 1 ayat 5 Piagam ASEAN dan diperkuat dengan pembentukan Dewan Area Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Council) yang tercantum dalam lampiran I Piagam ASEAN.Itulah dasar hukum yang mengesahkan terbentuknya ASEAN Economic Community.
Rencana pemberlakuan AEC tersebut dicantumkan dalam Piagam ASEAN yang disahkan pada 2007. Pada tahun tersebut pula disepakati bahwa pencapaian AEC akan dipercepat dari 2020 menjadi 2015. Pengesahan AEC sendiri dicantumkan pada pasal 1 ayat 5 Piagam ASEAN dan diperkuat dengan pembentukan Dewan Area Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Council) yang tercantum dalam lampiran I Piagam ASEAN.Itulah dasar hukum yang mengesahkan terbentuknya ASEAN Economic Community.
Perlu diketahui bahwa pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) 2015 bukanlah sebuah proyek ”mercusuar” tanpa roadmap yang jelas. MEA
2015 adalah proyek yang telah lama disiapkan seluruh anggota ASEAN dengan visi
yang kuat.MEA 2015 hanyalah salah satu pilar dari 10 visi mewujudkan ASEAN
Community. Kesepuluh pilar visi ASEAN Community tersebut adalah :
a.
Outward
looking
b.
Economic
integration
c.
Harmonious
environment
d.
Prosperity
e.
Caring
societies
f.
Common
regional identity
g.
Living in
peace
h.
Stability
i.
Democratic, dan
j. Shared cultural heritage (Kementerian
Luar Negeri, 2014).
Dengan kata lain, keliru bila ada anggapan bahwa MEA 2015
adalah ambisi Indonesia dari pemerintah yang tidak jelas arahnya. Sejak dulu
Indonesia memang sangat aktif memperjuangkan ASEAN sebagai masyarakat yang
”satu”. Ini antara lain dapat diidentifikasi dari pidato Presiden Soeharto pada
pembukaan Sidang Umum MPR, 16 Agustus 1966 yang mengatakan, ”Indonesia perlu
memperluas kerja sama Maphilindo untuk menciptakan Asia Tenggara menjadi
kawasan yang memiliki kerja sama multisektor seperti ekonomi, teknologi, dan
budaya. Dengan terintegrasinya kawasan Asia Tenggara, kawasan ini akan mampu
menghadapi tantangan dan intervensi dari luar, baik secara ekonomi maupun
militer,” CPF Luhulima, Jakarta Post, 7 Februari 2013.Dapat dikatakan bahwa
Indonesia adalah inisiator dari terbentuk integrasi kawasan ASEAN.
2.2 Sekilas Tentang AEC (ASEAN Economic
Community)
AEC merupakan realisasi
dari visi ASEAN 2020 yaitu untuk melakukan integrasi terhadap ekonomi negara – negara
ASEAN dengan membentuk pasar tunggal dan basis produksi bersama. Menurut Prof
Hermanto Siregar terdapat beberapa konsep dalam AEC yaitu ASEAN Economic
Community, ASEAN Political Security Community, dan ASEAN Socio-Culture
Community
Ketiga hal tersebut akan
direalisasikan di antara Negara – Negara anggota ASEAN secara bertahap. Untuk
langkah pertama yang akan direalisasikan adalah AEC pada tahun 2015 ini,
setidaknya terdapat 5 hal yang akan diimplementasikan yaitu arus bebas barang,
arus bebas jasa, arus bebas investasi, arus bebas modal, dan arus bebas tenaga
kerja terampil
Pada tahun 2015 ini di antara 10 Negara ASEAN yang terdiri
dari Indonesia, Myanmar, Thailand, Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam,
Philipina, Laos, dan Kamboja, dan Vietnam harus membebaskan 5 hal di atas untuk
menerapkan aturan dari kesepakatan tersebut. Sebelumnya pada 2004, Indonesia
bersama ASEAN telah menyepakati perjanjian dengan China yang dikenal sebagai
ASEAN – China Free Trade Agreement (ACFTA).Dengan perjanjian itu, Negara –
negara ASEAN dan China harus membebaskan barang – barang masuk.
2.3 Antisipasi
Menghadapi AEC
Dalam menghadapi AEC ini, Indonesia
harus dapat mengantisipasi beberapa hal, seperti:
a. Implementasi AEC berpotensi menjadikan
Indonesia sekedar pemasok energi dan bahan baku bagi industrilasasi di kawasan
ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam mininal
b. Melebarnya defisit perdagangan jasa seiring peningkatan
perdagangan barang
c. Implementasi AEC juga akan membebaskan
aliran tenaga kerja sehingga harus mengantisipasi dengan menyiapkan strategi
karena potensi membanjirnya Tenaga Kerja Asing (TKA) akan berdampak pada
naiknya remitansi TKA yang saat ini pertumbuhannya lebih tinggi daripada
remitansi TKI. Akibatnya, ada beban tambahan yaitu dalam menjaga neraca
transaksi berjalan dan mengatasi masalah pengangguran
d. Implementasi AEC akan mendorong masuknya
investasi ke Indonesia dari dalam dan luar ASEAN
2.4 Persiapan
Indonesia Dalam Menghadapi AEC
Kesiapan Indonesia dalam menghadapi AEC 2015, antara peluang
dan ancaman.Siap atau tidak siap sudah tidak perlu diperdebatkan lagi karena
AEC sudah menjadi keputusan dan ketetapan politik yang harus dihadapi semua
negara ASEAN. Jika dilihat dari beberapa data tentang kondisi Indonesia
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, dalam banyak hal Indonesia kalah oleh
Thailand dan Philipina, apalagi Brunei, Malaysia, dan Singapura masih
tertinggal jauh.
Indonesia hanya menang dari luas negara yang begitu besar,
jumlah penduduk yang banyak, dan sumber daya yang melimpah. Setelah
diberlakukan AEC, Indonesia akan “diserbu” barang, jasa, investasi, modal dan
tenaga kerja terampil dari Negara ASEAN lainnya sehingga hal ini akan menjadi
ancaman yang serius. Atau sebaliknya Indonesia dapat “menyerbu” Negara ASEAN dan
menjadi peluang yang besar bagi kita
2.5 Solusi
Menghadapi AEC
Untuk mengatasi ketertinggalan kita dengan Negara lain, ada
beberapa solusi agar kita tidak kalah dengan Negara lain. Diantaranya :
a. Mengubah
mindset konsumtif menjadi produktif
sehingga kita bisa mengurangi pengeluaran dan memperbesar pemasukan bagi negara
kita. Mengubah pegawai menjadi entrepreneur
(pengusaha) sehingga diharapkan akan muncul pengusaha – pengusaha baru yang
dapat menciptakan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan masyarakat indonesia
secara mandiri sehingga tidak bergantung terhadap negara lain.
b. Meningkatkan
competitiveness produk yang akan
berpengaruh pada ketertarikan konsumen akan produk yang kita hasilkan dengan
kualitas terjamin dan harga yang terjangkau. Sumber daya manusia karena kunci
dari kemajuan bangsa adalah bukan karena kekayaan alamnya melainkan SDM yang
ada di dalamnya.
c. Diversifikasi dan peningkatan nilai
tambah bahan baku dari sumber daya alam yang melimpah menjadi produk
berorientasi ekspor.
d. Mempersiapkan
lulusan perguruan tinggi yang mampu berkompetisi minimal di tingkat ASEAN
(kedepan semua profesi harus memiliki sertifikasi tingkat ASEAN) dan tiap
tenaga profesional memiliki semangat yang tinggi
Hanya, perjalanan setiap negara dalam mempersiapkan diri
untuk menghadapi ASEAN yang terintegrasi ini berbeda – beda. Ada negara yang
dengan cepat bisa mempersiapkan diri, namun ada juga negara yang
terlambat.Karakteristik, ukuran ekonomi, dan permasalahan yang dihadapi setiap
negara yang berbeda juga turut memengaruhi kecepatan setiap negara dalam
mempersiapkan diri menghadap MEA 2015.Singapura adalah negara ASEAN yang dapat
dikatakan paling siap menghadapi MEA 2015.Meski tidak yang paling tertinggal,
Indonesia masih perlu kerja ekstra untuk menghadapi MEA 2015 ini.Ini mengingat
dalam beberapa hal strategis, Indonesia relatif tertinggal.
Beberapa studi mengonfirmasikan terkait ketertinggalan
Indonesia ini. Studi Bank Dunia (2013) menyebutkan, daya saing produk ekspor
Indonesia relatif tertinggal dibanding Negara – Negara ASEAN lain, terutama
kaitannya dengan nilai tambah produk ekspor kita. Komposisi ekspor kita
terbesar didominasi komoditas (resource
based) dan barang primer (primary
product). Kondisi ini menyebabkan
ekspor Indonesia rentan dengan gejolak harga.Hal ini pula yang saat ini kita
rasakan, ekspor kita melemah akibat pelemahan perekonomian dunia yang
menyebabkan harga komoditas dunia juga ikut menurun.Berbeda dengan Singapura,
Malaysia, dan Thailand, sebagian besar ekspornya didominasi oleh produk –
produk yang telah disentuh teknologi (medium
and high tech product).Kondisi infrastruktur kita juga relatif tertinggal.
Infrastruktur logistik kita misalnya berdasarkan Logistics
Performance Index (LPI) 2012 yang dikeluarkan Bank Dunia, Indonesia hanya
menduduki peringkat ke – 59 atau jauh di bawah Singapura yang berada di puncak
di antara 155 negara yang disurvei. Posisi dan daya saing industri logistik
Indonesia bahkan kalah dibanding Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina dan
hanya unggul terhadap Myanmar dan Kamboja.Indonesia pasar ekonomi yang
besar.Kelas menengah Indonesia semakin bertambah.
2.6 Peluang
Ekonomi ASEAN Bagi UMKM
Dengan adanya kerjasama AEC ini
adapun keuntungan untuk UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) adalah sebagai
berikut:
a. Globalisasi
ekonomi terutama konteks implementasi MEA dapat menciptakan peluang pasar bagi
produk UKM. Pasar ASEAN
sebesar 600 juta, dengan jumlah kelas menengah yang semakin meningkat. Menurut
catatan Asian Development Bank (ADB), kelas-menengah ASEAN berjumlah 24%
pada 2010 akan meningkat menjadi 65%
pada 2030
b. Potensi
pengembangan industri nasional dan mendorong Indonesia sebagai production
base di kawasan dengan ditopang pasar domestik yang besar, penduduk usia
muda/produktif, investasi yang meningkat dan sumber daya alam yang besar
c. Perdagangan intra-ASEAN cenderung meningkat,
tetapi porsinya masih relatif kecil (25%).
d. Keunggulan
produk KUKM (memiliki keunikan/nilai seni tinggi berbasis kebudayaan lokal, handmade)
dan telah memenuhi standar kualitas (Eropa Timur, UEA, & China peluang
pasar untuk produk kerajinan).
e. Dukungan kebijakan pemerintah/lintas
terkait (Hulu: peningkatan daya saing
produk (diklat, sertifikasi produk, penguatan branding, dll) dan Hilir :
promosi dan pemasaran melalui
fasilitasi pameran, temu bisnis, konsolidasi kargo)
f. Semakin
terbukanya peluang kerjasama ekonomi
bilateral, kawasan, regional
2.7 Upaya
Strategis Pengembangan Pemasaran dan Jaringan Usaha
Upaya
strategis diarahkan untuk memberikan dukungan peningkatan daya saing UMKM dalam
kerangka memperkuat pasar domestik dan internasional UKM. Ada beberapa upaya,
diantaranya:
a. HULU
(Penguatan Kapasitas)
o Identifikasi
UKM potensial / orientasi ekspor & produk unggulannya
o Mapping
Negara tujuan ekspor sesuai produk UKM
o Fasilitasi
peningkatan kapasitas (capacity building)
seperti : manajerial, teknis, entrepreneurial, training, bimbingan teknis,
magang
o Fasilitasi
peningkatan produktivitas dan mutu UKM seperti : sosialisasi dan sertifikasi
standarisasi ISO / SNI / HACCP / GMP / HAKI dan kehalalan produk, branding dan
inovasi desain
o Pengembangan
wirausaha (UKM) berorientasi ekspor
o Pengembangan
kemitraan KUMKM (pola waralaba, subkontrak, pariwisata, BUMN)
o Fasilitasi
akses kepada sumber daya produktif : Pembiayaan (KUR), dana bergulir,
pemasaran, dll
b. MIDDLE
(Pengembangan Infrastruktur Sarana dan Prasarana)
o Konsolidasi
pelabuhan ekspor / pooling cargo UKM melalui sistem e-consolidator kargo bagi UKM
o Perluasan
/ pengembangan sarana promosi ekspor KUKM : SME tower, pusat promosi di daerah
o Pembentukan
PLUT (Program Pusat Layanan Usaha Terpadu)
o Pengembangan
trading board bagi UKM
o Revitalisasi
pasar tradisional
o Ritel
modern koperasi
o Pusat
distribusi took koperasi
o Penataan
pedagang kaki lima
o Pengembangan
kemitraan strategis KUKM
c. HILIR
(promosi dan akses pasar)
o Fasilitasi
promosi melalui pameran dalam negeri (SMESCO) festival, tematik, dan
partisipasi pada event promosi strategis
o Diversifikasi
Negara tujuan ekspor : peningkatan akses dan jaringan pasar, promosi produk
unggulan UKM melalui: pameran berskala internasional didalam dan luar negeri,
trading board, UKM gallery dan pavilion propinsi, katalog, fasilitasi kemitraan
usaha
o Katalog
promosi produk unggulan KUKM
o Partisipasi
dalam pertemuan internasional terkait dengan pengembangan UMK (APEC-SWEWG,
BIMPEAGA, ASEAN, ICA, ACEDAC, ASEM, dll)
2.8 Menguntungkan
atau Diuntungkan Indonesia
Perjanjian ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) / perdagangan
bebas ASEAN-Cina terbukti merugikan Indonesia. Sepanjang 2014 saja, defisit
perdagangan RI – Cina sudah mencapai US$ 1,5 miliar (16,9 triliun). Padahal,
tujuan Indonesia menandatangani ACFTA adalah agar produk – produk kita bisa
lebih mudah masuk ke Cina, negara berpenduduk terbanyak di dunia.Namun yang
terjadi justru sebaliknya.Indonesia malah menjadi pasar baru buat produk –
produk Cina.Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dipercepat menjadi
2015.Namun, hanya negara – negara berdaya saing tinggi yang diuntungkan seperti
Singapura, Malaysia dan Thailand.
Guru besar ekonomi Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika
mengatakan, sebelum dicanangkan pada 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau
ASEAN Economic Community (AEC) menguntungkan Indonesia, Malaysia, Thailand dan
Singapura. Sebab, selama 2007 – 2010 perdagangan Indonesia selalu surplus dan
meningkat ke negara – negara ASEAN. Lihat saja, menurut Erani, pada 2010,
Indonesia surplus US$ 3,5 miliar. Padahal pada 2005 – 2006, Indonesia masih
defisit.Indonesia bisa surplus karena memiliki komoditas perkebunan yang besar,
kelautan, elektronik, tekstil dan lain-lain.Tapi, semua itu merupakan industri
– industri yang sudah mulai terbenam.
Perdagangan di sektor – sektor tersebut akan menurun secara
bertahap. Jika tidak direvitalisasi, sector – sektor tersebut akan bermasalah. Karena
itu, Indonesia bisa jadi negara yang dirugikan ke depannya setelah dicanangkan
MEA pada 2015. Sebab, negara ASEAN yang lain seperti Vietnam, Filipina dan lain
- lain akan menyalip Indonesia,” ujarnya. Karena itu, yang terpenting adalah
bagaimana menyelesaikan masalah yang mengganggu ekonomi domestik.
Menurutnya, Indonesia harus memperkuat sektor pertanian dan
industri.“Sebab, kedua sektor tersebut justru mengalami pelemahan dari tahun ke
tahun” ucapnya. Jika tidak mengalami perbaikan yang berarti, Indonesia akan
sulit bersaing dengan negara - negara ASEAN lainnya. Hingga 2015, Indonesia
memang bisa survive dalam kancah
ASEAN. Tapi setelah itu, Indonesia akan mengalami banyak masalah jika tidak
mengalami perbaikan – perbaikan. Yaitu perbaikan iklim investasi, daya saing,
pembangunan infrastruktur, konsistensi kebijakan pemerintah, pembebasan lahan
dan lain – lain,” urainya.
Dia menegaskan, negara – negara ASEAN yang paling baik daya
saing ekonominya saat ini adalah Thailand, Singapura dan Malaysia. Karena itu,
negara – negara top three tersebut,
paling diuntungkan dengan adanya masyarakat ekonomi ASEAN. Indonesia berada
pada level menengah bersaing dengan Filipina dan Vietnam. “negara – negara yang
paling dirugikan adalah negara – negara yang daya saingnya rendah seperti
Kamboja, Laos, Brunei Darussalam dan Myanmar,” imbuh Erani. Dihubungi terpisah,
Chief Economist Danareksa Research Institute (DRI) Purbaya Yudhi Sadewa
mengatakan hal yang sama. Menurutnya, yang paling diuntungkan dari MEA, adalah
negera – negara yang paling siap bersaing, efisien dan paling mempersiapkan
diri hingga 2015.
Menurutnya, jika
Indonesia tidak menyiapkan tenaga ahli yang baik, sementara negara lain
mengirimkan tenaga ahli ke Indonesia, MEA sangat merugikan. Sebab, Indonesia bisa
jadi hanya mengirimkan tenaga yang tidak ahli sehingga dibayar murah. Di sisi
lain, negara – negara ASEAN lain bisa mendapatkan akses pasar yang jauh lebih
besar sedangkan Indonesia tidak. Jika melihat persiapannya saat ini yang
kurang, Indonesia bisa dirugikan dengan terbentuknya masyarakat ekonomi
ASEAN.Memang dari sisi murahnya buruh, Indonesia memiliki comparable advantage.Tapi, itu merugikan. Indonesia mengirim 1.000
orang, hanya dibayar dengan 10 orang tenaga ahli dari luar ke Indonesia.
Seperti pendapat Erani, Purbaya juga menegaskan, Malaysia,
Thailand dan Singapura yang jelas paling diuntungkan.Singapura memiliki high-tech yang lebih tinggi dibandingkan
Indonesia baik elektronik maupun produk lainnya.Indonesia juga banyak mengimpor
Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Singapura. “Management
dan services Singapura jauh lebih
baik,” timpalnya. Begitu juga dengan Malaysia.Hanya sektor Crude Palm Oil (CPO)
negeri Jiran itu yang bisa dilawan Indonesia. Tapi, dari sisi value added dan high-tech Indonesia kalah termasuk elekronik.
Daya saing industri Malaysia juga jauh lebih baik karena supplyenergi di Negara itu. Dia
menegaskan, Malaysia sudah berpikir jangka panjang sedangkan Indonesia baru
mulai.Pabrik keramik di Indonesia kesusahan mendapatkan gas di dalam negeri.“Malaysia
memiliki gas karena sudah kontrak jangka panjang hingga 30 tahun dari
Indonesia,” tukas Purbaya.Sementara itu, Thailand lebih siap menyerap investasi
asing dibandingkan Indonesia.Thailand menjadi produksi mobil jepang, sehingga
memiliki multiplier effect ke
industri – industri dibawahnya.Bahkan, pabriknya di Thailand dan hasilnya
dijual ke Indonesia” timpal Purbaya.Diatas semua itu, Purbaya menggarisbawahi,
Indonesia juga bisa diuntungkan jika benar – benar bisa memperbaiki iklim
investasi sebelum 2015.“Tapi, berkaca pada perdagangan bebas, pemerintah dan
pengusaha kurang memaksimalkan pasar ASEAN,” paparnya.
2.9 Peran
Indonesia di ASEAN
Jika dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB),
Indonesia merupakan penyumbang terbesar (lebih dari sepertiga) PDB ASEAN yang
mencapai 1,2 triliun US$ (PPP). Dari jumlah populasi ASEAN (600 juta orang),
Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar, yang pada tahun 2013
diperkirakan mencapai 250 juta.Sekitar 60% di antaranya adalah kelas menengah dengan
pertumbuhan relatif tinggi.Selain potensi sumber daya manusia, ekonomi
Indonesia juga didukung oleh sumber daya alam yang kaya dan beragam, serta
wilayah yang sangat luas baik wilayah daratan maupun lautan.Berbagai faktor
tersebut semestinya dapat dijadikan sebagai modal untuk meningkatkan posisi
tawar Indonesia dalam berbagai kerjasama ekonomi.
Demikian juga dalam kerjasama MEA, seharusnya Indonesia dapat
memanfaatkan posisi tawarnya untuk mendapatkan keuntungan maksimal saat ASEAN
dijadikan sebagai pasar yang terintegrasi dan basis produksi yang kompetitif.
Namun ada keraguan besar Indonesia akan dapat mewujudkan hal tersebut. Untuk
kasus industri otomotif misalnya, Malaysia mampu membuat kesepakatan dengan
industri otomotif Jepang, sehingga produk otomotif Jepang boleh masuk ke pasar
Malaysia, tetapi dengan syarat menggunakan merek nasional Malaysia dan
perencanaan jelas untuk pengalihan teknologi. Dengan kesepakatan kerjasama dan
strategi industrialisasi yang jelas, akhirnya Malaysia mampu membangun industri
otomotif nasional dan bahkan dapat memasarkan produknya ke luar negeri.
Sedangkan Indonesia, meskipun posisi tawar lebih besar
dibanding Malaysia, baik dari potensi pasar maupun faktor produksi, hingga saat
ini Indonesia belum juga memiliki industri otomotif nasional.Di sektor jasa
perbankan, Indonesia juga belum mampu memanfaatkan daya tarik pasar domestik
dengan kebijakan yang dapat menguntungkan kepentingan nasional.
Indonesia telah membuka kepemilikan asing di bank lokal hingga 99 persen, aturan pembukaan cabang dan ATM tidak terbatas, serta segmen pasar bank asing yang tidak dibatasi.
Indonesia telah membuka kepemilikan asing di bank lokal hingga 99 persen, aturan pembukaan cabang dan ATM tidak terbatas, serta segmen pasar bank asing yang tidak dibatasi.
Sementara Singapura yang memiliki sektor jasa keuangan dan
perbankan yang jauh lebih kompetitif tetap membatasi kepemilikan asing di bank
lokal maksimal hanya 20%, ijin operasional diberikan berjenjang dan pembukaan
cabang dan ATM sangat terbatas.Demikian juga Malaysia dan Thailand yang
memiliki kebijakan jelas dalam mendukung daya saing sektor perbankan dalam
memanfaatkan pasar domestiknya.
Lemahnya posisi tawar Indonesia terutama disebabkan oleh
tidak adanya strategi dan kebijakan industri yang komprehensif yang akan
menjadi referensi bagi pemerintah. Bila ada acuan yang jelas maka pada setiap
perundingan kerjasama ekonomi baik regional seperti MEA, kerjasama global
seperti WTO maupun kerjasama-kerjasama bilateral, Indonesia akan memiliki
langkah yang jelas dan konsisten. Strategi dan kebijakan industrialisasi
nasional ini pula yang kemudian akan menjadi acuan bagi kesepakatan pemangkasan
tarif bea masuk, membuka atau membatasi impor suatu produk, termasuk
mempercepat atau menunda liberalisasi sektor tertentu.
2.10 Kerjasama
Indonesia Dengan Beberapa Negara
Untuk kawasan ASEAN, telah dimulai dari liberalisasi
perdagangan di kawasan ini yakni dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun
1992.Tahun 1995, Indonesia bergabung dengan WTO yang kemudian mendorong
Indonesia mengalami penurunan tarif impor secara persisten. Setelah krisis,
kerjasama ekonomi dan perdagangan secara bilateral dan multilateral juga terus bergulir
seperti dengan Jepang tahun 2008 dalam payung Japan – Indonesia Economic
Partnership Agreement (JIEPA). Indonesia juga turut meratifikasi kerjasama
negara-negara ASEAN dengan Australia-New Zealand melalui ASEAN-Australia New
Zealand Free Trade Area (AANZFTA) di tahun 2009, dan selanjutnya juga ikut
meratifikasi kesepakatan perdagangan negara-negara ASEAN dengan China melalui
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) yang diimplementasikan pada 2010 lalu.
Berbagai kesepakatan perdagangan bebas tersebut telah mengakibatkan rata – rata
tarif impor Indonesia. Tarif bea masuk Indonesia bahkan lebih rendah jika
dibandingkan dengan negara – negara berkembang lain seperti Brazil, China,
India dan Rusia. Dalam setiap FTA, Pemerintah selalu optimis, Indonesia siap dan
yakin akan mendapatkan banyak keuntungan.
Namun sayang, paska implementasi berbagai liberalisasi
perdagangan tersebut sejumlah indikator justru menunjukkan kecenderungan
sebaliknya.
Impor China di Indonesia masih 9 persen, maka pada tahun 2012 porsinya mencapai 15 persen dari total impor Indonesia. Ke depan, defisit transaksi perdagangan dengan China diperkirakan masih akan terus berlanjut mengingat proses penurunan tarif masih akan terus berlanjut baik dalam tingkat tarif bea masuk maupun pada cakupannya.
Impor China di Indonesia masih 9 persen, maka pada tahun 2012 porsinya mencapai 15 persen dari total impor Indonesia. Ke depan, defisit transaksi perdagangan dengan China diperkirakan masih akan terus berlanjut mengingat proses penurunan tarif masih akan terus berlanjut baik dalam tingkat tarif bea masuk maupun pada cakupannya.
Dalam ACFTA komposisi ekspor Indonesia ke China pun
didominasi oleh barang mentah. Sementara China telah mendapatkan manfaat besar
dengan menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan baku bagi industrinya. Bahkan
untuk sejumlah SDA, China sangat bergantung pada impor dari Indonesia seperti
batubara muda atau lignite (90 persen), biji aluminium (67 persen), nikel (60
persen), dan miyak sawit (45 persen) dan batu bara (24 persen).
Di sisi impor, ACFTA juga telah memperlemah daya saing
industri domestik dan memperkuat daya saing industri China.Membanjirnya produk
– produk impor dari China dengan harga yang lebih kompetitif dibandingkan
dengan produk – produk domestik membuat daya saing industri nasional semakin
lemah.Dengan fakta – fakta di atas, semakin jelas bahwa Indonesia perlu
melakukan evaluasi dan koreksi atas berbagai kesepakatan kerjasama liberalisasi
ekonomi.Telah banyak bukti pengalaman pahit yang dialami Indonesia dari
berbagai kesepakatan perdagangan bebas akibat absennya strategi.
Padahal saat ini Indonesia telah menyepakati banyak kerjasama liberalisasi ekonomi, baik yang sudah berjalan maupun yang akan segera diimplementasikan.
Padahal saat ini Indonesia telah menyepakati banyak kerjasama liberalisasi ekonomi, baik yang sudah berjalan maupun yang akan segera diimplementasikan.
Model kerjasama ekonomi yang disepakati pun tidak hanya
kerjasama perdagangan bebas (Free Trade Agreement), tetapi sudah banyak juga
kesepakatan kerjasama ekonomi yang lebih luas (Comprehensive Economics
Partnership Agreement) yang selain mencakup perdagangan bebas juga liberalisasi
investasi, industri, serta ekonomi secara luas termasuk tenaga kerja.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 bukan hanya sekedar tempat bertemunya semua anggota
Negara ASEAN, namun bisa juga dilihat sebagai ajang persaingan positif ekonomi.
Dalam pelaksanaannya nanti pasti terdapat hambatan bagi masyarakat Indonesia
pada umumnya, namun dengan potensi anak bangsa yang cemerlang dan modal yang
kuat yaitu wilayah geografis yang strategis serta sumber daya alam yang
melimpah, apabila dikelola dengan baik bukan hal tidak mungkin Indonesia dapat
menjadi pemenang dalam persaingan pasar bebas ASEAN nanti
Adanya
MEA 2015 ini kita bangsa Indonesia diberikan kesempatan untuk mendapatkan
kejayaan masa silam kita sebagai sumber perdagangan yang jaya, bukan hanya di
masa lalu namun juga saat Asean Economic
Community resmi dimulai.Masyarakat Indonesia tidak boleh kalah dengan
Negara ASEAN lainnya, dalam AEC ini Indonesia harus bisa bersaing dari segi
pendidikan, tenaga kerja, keterampilan, daya saing dan desain produk. Produk
Indonesia tidak kalah dengan produk luar hanya saja cara kita memasarkan suatu
produk tidak high-tech dibandingkan
negara – negara lain.Infrastruktur dan birokrasi pemerintah masih banyak harus
kita benahi, Negara lain dapat mengurus perijinan tidak perlu datang ke kantor
pemerintah, mereka cukup online di
website pemerintahan
3.2 Saran
Dari kesimpulan diatas penulis berharap, para
pembaca lebih percaya diri dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang
akan dimulai pada akhir tahun ini. Masyarakat Indonesia yang terkenal akan
keramahannya dan Negara yang terkenal dengan kaya akan adat istiadat dan budaya
sehingga para pengusaha akan lebih senang. Tapi masyarakat Indonesia juga harus
bisa menerima perbedaan budaya dari Negara lain, dan Indonesia lebih
meningkatkan pendidikan. Pemerintah juga harus mendukung dengan diperbaikinya
sarana dan prasarana
Seminar ASEAN Economy Community di Putera Batam, Tanggal: 08 Nov 2014 &
15 Nov 2014